Disadap dari: http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/04/28/1109/13/Terapi-Afasia-Perbaiki-Gangguan-Bahasa. Selasa, 28 April 2009 12:00 WIB
STROKE seringkali tidak hanya meninggalkan kelumpuhan fisik seperti kesulitan bergerak, tetapi juga bisa menyebabkan gangguan berbahasa. Kesulitan berbahasa ini tentunya akan sangat mengganggu komunikasi pasien dengan orang di sekitanya. Hal ini karena pasien stroke ada yang kehilangan kemampuan bicara, atau bisa bicara tetapi sulit untuk dipahami.
Untuk mengatasi hal ini, salah satu metode yang bisa digunakan untuk membantu kemampuan berbahasa dan berbicara pasien adalah dengan menggunakan terapi afasia. Secara umum, afasia merupakan gangguan produksi, pengolahan, dan pemahaman bahasa akibat kerusakan pada otak. Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh stroke.
Ada berbagai bentuk terapi afasia. Dari berbagai jenis ini, hanya beberapa terapi yang telah diteliti tingkat efektivitasnya. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman pasien, para terapis dan dokter, terapi afasia bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berbahasa pasien.
Prinsip umum
Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan jumlah hari yang lebih banyak pula.
Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.
Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.
Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan, seperti diuraikan dalan situs about:
Terapi kognitif linguistik
Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa. Sebagai contoh, beberapa latihan akan mengharuskan pasien untuk menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi yang berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata seperti kata “gembira.” Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen emosi dari bahasa.
Program stimulus
Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk gambar-gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.
Stimulation-Fascilitation Therapy:
Jeni terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan sintaksis (sususan kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi adalah stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.
Terapi kelompok (group therapy)
Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial untuk mempraktekkan kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi pribadi. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercinta mereka.
PACE (Promoting Aphasic’s Communicative Effectiveness)
Ini merupakan bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini bertujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda ini akan digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide mereka.
Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)
Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area otak yang diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah stroke. Dengan menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan diharapakan akan semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih besar untuk membuktikan efektivitas terapi ini.