Pemarkahan kasus berupa persesuaian antara Argumen dengan verba. Pemarkahan ini tergantung dari sifat semantis verba—salah satu daripadanya adalah valensi verba. Hal ini tidak berlaku secara antar-bahasa—hanya berlaku untuk bahasa-bahasa tertentu saja.
Peran-peran secara umum berupa Pelaku, Penindak, Pengalam (sebagai Pasien), Pengalam (sebagai Argumen pada verba yang bervalensi satu), Lokomotif, Benefaktif, dan Indostrumental.
Verba yang bervalensi satu, yakni verba yang dapat disertai hanya oleh satu Argumen saja, memiliki tiga macam Argumen: Penindak, atau Pengalam, atau ”Perasa”. Contoh: I run, dan I fall, dan I think. Peran dari I dalam I run adalah Peran ”Penindak” , karena untuk berlari dituntut kegiatan tertentu; Peran dari I dalam I fall adalah peran ”Pengalam”, karena untuk orang yang jatuh tidak dituntut kegiatan apa-apa; artinya I dalam I think ber-Peran ”Perasa”, karena I think acap kali berarti ’saya mendapat kesan’.
Klausa yang mengandung verba yang bervalensi dua adalah kalusa yang memiliki Argumen Ajentif dan Argumen Objektif. Dalam bahasa yang berkasus, pemarkahan kasus dalam klausa tipe ini ada dua sistem yang umum dikenali oleh para bahasawan.
(1) Ada tipe yang Argumen Ajentifnya berkasus nominatif (biasanya tak bermarkah) dan yang Argumen Objektifnya berkasus akusatif. Contoh I hit him merupakan contoh yang jelas: I berkasus nominatif, dan him berkasus akusatif.—Tipe ini disebut ”tipe nominatif-akusatif, dan kependekannya lazim disebut ”tipe akusatif”.
(2) Ada Argumen Ajentif dalam salah satu kasus ”ajentif”, biasanya ”jenitif”, yang namanya kasus ”ergatif” dan dengan Argumen kedua yang berkasus ”nominatif” (artinya tidak bermarkah), atau (istilah lazimnya) ”absolutif”.—Tipe ini disebut ”tipe ergatif-absolutif”, dan sebagai kependekannya lazimnya dipakai istilah ”tipe ergatif”.
Klausa tipe lain yang mengandung verba yang bervalensi dua adalah tipe yang memiliki Argumen Ajentif dan Argumen Oblik.
Contoh “I shot the dog” dan “I shot at the dog.” Argumen “the dog” dalam kalusa pertama ber-Peran Objektif (anjing itu kena tembakan); Argumen “at the dog” dalam klausa kedua dikatakan ber-Peran ”Oblik” (pemarkahannya dalam bahasa ini kebetulan bukan dengan bentuk ”kasus” nominal melainkan dengan preposisi at). Tembakan diarahkan pada anjing tetapi anjing tidak kena. Dalam contoh pertama, anjing itu mengalami pengaruh kegiatan ”transitif” itu sepenuhnya; dalam contoh kedua, hanya untuk sebagian (misalnya anjing kaget dan lari).
Peran-Peran pada verba yang bervalensi dua: Perasa dan objektif, yaitu verba intransitif dengan Argumen Perasa.
Peran-Peran verba yang bervalensi tiga
Verba yang bervalensi tiga memiliki dua Argumen Objektif.
Bahasa Indonesia
Si Dul memukul perampok dengan tongkat.
Si Dul memukulkan tongkat pada tembok
Dia memuati truk dengan batubara
Dia memuatkan batubara pada truk.
Bahasa Inggris
Paul beat {the burgler/him)} with stick.
Paul beat the stick against the wall.
Paul loaded the truck with coal.
Paul loaded the coal on to the truck.
Ada beberapa hal yang menarik perhatian dalam contoh-contoh ini. Pertama, verba Indonesia dimarkahi dengan morfem akhiran ”fokus” untuk memungkinkan Argumen yang langsung menyusul: perampok pada memukul, tetapi fokus instrumental –kan pada tongkat. Baik perampok maupun dengan tongkat dalam (a) ber-Peran Objektif: perampok adalah (Objektif) Pasien, dan dengan tongkat adalah (Objektif) Instrumental. Konstituen dengan tongkat dimarkahi untuk Peran Instrumental dengan preposisi dengan. Sebaliknya dalam (b), Peran (Objektif) Instrumental dari tongkat tidak bermarkah preposisi dengan, oleh karena verba memukulkan sudah dimarkahi untuk fokus instrumental. Demikian pula, dalam (c) dan (d), truk tidak dimarkahi untuk Peran (Objektif) Lokatifnya karena verba memuati sudah bermarkah fokus lokatif –i, tetapi pada truk membutuhkan pemarkah pada, karena verba memuatkan berakhiran fokus pasien –kan untuk Peran (Objektif) Pasien dari batubara—dan Pasien batubara itu tidak membutukan pemarkahan preposisional.
Persesuaian verbal dengan Argumen: pemarkahan ciri-ciri Argumen, satu atau lebih, pada verba. Secara tradisional, para ahli linguistik sering membahas persesuaian verbal itu dengan memberikan nama-nama ”fungsional” kepada Argumen-Argumen yang menyebabkan pemarkahan pada verba: persesuaian dengan ”Subjek”, dan/atau dengan ”Objek”.
Persesuaian verbal dengan Argumen sebagai Fungsi dan Peran. ”Kaidah” tradisional mengatakan bahwa persesuaian verbal selalu terdapat dengan Argumen menurut Fungsinya (dan, seperti sering diandaikan, hanya dengan Subjek). Ternyata hal itu keliru jika dipandang dari sudut pandang antar-bahasa. Dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa persesuaian verbal memang dengan Argumen Subjek—jadi tanpa pengaruh dari Peran manakah yang ada pada Subjek tersebut. Dalam bahasa Prancis dan bahasa Itali ditemukan persesuaian dengan Objek dalam konstruksi Predikat yang terdiri atas verbal bantu disusul partisipia perfekta (bila objek mendahului Predikat).
Perujukan silang, klitisisasi, dan persesuaian. Pengklitakan argumen yang tidak dapat hadir bukan persesuaian, akan tetapi hal itu hanya merupakan soal peristilahan saja, karena klitisasi pun berstruktur menurut Peran, atau menurut fungsi, tergantung dari bahasa masing-masing. Para ahli sering menyebut persesuaian maupun klitisasi Argumen sebagai perujukan silang dari Argumen pada verba.
Sumber: Verhaar
isix dari bukux verhaar. tp knp tdk mcantumkn sumbernya???
tolong tulis sumbernya….jgn lgsg d publish
he..he..ngerti aja anda ini…langsung ditindak lanjuti…dah berubah kan…? Trims atas sarannya…laman ini memang dibuat untuk dikritik
terimakasih atas resensinya sangat membantu untuk tugas kuliah saya