Oleh Iqbal Nurul Azhar
Bulan Februari yang lalu merupakan bulan yang penting bagi para aktivis dan pendukung gerakan penyelamatan dan pengembangan bahasa ibu di seluruh dunia. Ini disebabkan karena bulan ini merupakan bulan dimana bahasa Ibu dirayakan secara internasional. Acara tahunan ini, berfungsi sebagai pengingat akan peran penting yang dimainkan bahasa ibu dalam membentuk identitas budaya dan memfasilitasi komunikasi antara individu dan komunitas. Bahasa ibu tidak hanya menjadi alat komunikasi tetapi juga kunci dari ekspresi budaya, kreativitas, dan inovasi sebuah bangsa. Ia turut pula menjadi sebuah entitas penting dalam kebudayaan karena memiliki kemampuan untuk menyampaikan berbagai anasir sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang mencerminkan kekayaan dan keragaman pengalaman manusia.
Sayangnya, meskipun bahasa ibu dianggap penting khususnya dalam konteks sosial, budaya dan pendidikan, banyak bahasa ibu saat ini berada dalam kondisi memprihatinkan. UNESCO membuat sebuah prediksi yang mengejutkan tentang masa depan bahasa ibu di dunia bahwa pada tahun 2100 nanti, akan ada sebuah kondisi dimana hampir separuh dari 6.700 bahasa ibu yang ada di dunia mengalami kepunahan. Prediksi ini secara tersirat mengatakan pada kita, bahwa pada saat tulisan ini dibuat, sebuah drama panjang yang tragis yang menarasikan tentang kepunahan bahasa ibu setiap dua minggunya, telah sedang diputar. Hilangnya keragaman linguistik ini tidak hanya merupakan sebuah bencana bagi komunitas penutur bahasa ibu saja, tetapi juga bagi dunia secara keseluruhan, karena pada dasarnya, hilangnya sebuah bahasa, akan membawa warisan budaya dan pengetahuan yang berharga yang dimilikinya pada dimensi ketiadaan.
Konteks tragedi bahasa ini kemudian menempatkan perayaan Bahasa Ibu Internasional sebagai sebuah even pengingat yang penting. Acara tahunan yang pertama kali dideklarasikan oleh UNESCO pada tahun 1999 ini, bertujuan untuk mempromosikan keragaman linguistik dan budaya serta multibahasa di seluruh dunia. Momen ini diperingati di banyak negara dengan melaksanakan berbagai kegiatan, termasuk di dalamnya pameran bahasa, pertunjukan budaya, seminar-seminar dan berbagai program edukasi. Momen-momen tersebut memberi waktu bagi orang-orang untuk berkumpul bersama dan merayakan keindahan serta nilai unik dari bahasa ibu mereka sekaligus juga untuk merenung akan pentingnya pelestarian bahasa tersebut untuk generasi muda di masa datang.
Asal-muasal Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional
Hari Bahasa Ibu pertama kali diperingati di Dhaka, Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) pada tanggal 21 Februari 1952, untuk memperingati tragedi para mahasiswa yang menjadi martir dalam sebuah protes atas pengakuan bahasa Bengali sebagai bahasa resmi di wilayah tersebut. Pada saat itu, pemerintah Pakistan yang berkuasa telah menyatakan bahasa Urdu sebagai satu-satunya bahasa nasional, mengabaikan bahasa lain yang digunakan di wilayah tersebut. Kebijakan ini memicu protes dari penduduk Pakistan Timur yang berbahasa Bengali yang merasa bahwa bahasa dan budaya mereka sedang ditekan. Pada tanggal 21 Februari 1952, para mahasiswa berkumpul di Universitas Dhaka dalam rangka untuk berdemonstrasi dan menuntut pengakuan bahasa Bengali sebagai bahasa resmi. Polisi merespons aksi tersebut dengan tindakan represif yang mengakibatkan kematian beberapa siswa. Gerakan-gerakan selanjutnya yang muncul selepas insiden tersebut ini pada akhirnya sukses menggulirkan pengakuan bahasa Bengali sebagai bahasa resmi Pakistan Timur (Bangladesh) pada tahun 1956 yang kemudian di resonansi oleh UNESCO dengan adanya penetapan Hari Bahasa Ibu Internasional pada tahun 1999.
Gerakan di Bangladesh menginspirasi bagian lain dunia untuk melakukan gerakan yang serupa. Di Amerika Serikat, misalnya, gerakan untuk melestarikan dan merevitalisasi bahasa asli Amerika, yang terancam punah karena kebijakan asimilasi dan penindasan budaya yang berkelanjutan, digulirkan. Salah satu hasil dari Gerakan ini adalah Program Pelestarian dan Pemeliharaan Bahasa Penduduk Asli Amerika yang didirikan pada tahun 1990 untuk mendukung upaya mempromosikan penggunaan bahasa asli Amerika dalam konteks dunia pendidikan, budaya, dan kehidupan bermasyarakat.
Di Asia, revitalisasi bahasa minoritas telah menjadi perhatian yang berkembang, dengan beberapa negara Asia menerapkan kebijakan untuk melestarikan dan mempromosikan bahasa ibu mereka. India, misalnya. Negara ini memiliki upaya berkelanjutan untuk melestarikan dan mempromosikan penggunaan bahasa daerah seperti Tamil, Telugu, dan Hindi. Adapun di Jepang, terdapat gerakan yang berkembang untuk melestarikan dan mempromosikan penggunaan bahasa Ainu, sebuah bahasa minoritas yang digunakan di Hokkaido, Jepang. Bahasa Ainu semula ditekan oleh pemerintah Jepang. Namun berkat adanya kegigihan dari banyak pihak, upaya-upaya untuk menghidupkannya kembali dan mempromosikan budaya Ainu menjadi bermunculan.
Di Eropa, dijumpai juga beberapa gerakan yang bertujuan merevitalisasi bahasa minoritas. Di Catalonia, Spanyol, gerakan yang kuat untuk mempromosikan penggunaan Catalan, bahasa yang digunakan oleh hampir 10 juta orang secara masif didukung masyarakat. Di Irlandia, pemerintah telah menetapkan bahasa Irlandia sebagai bahasa resmi pertama negara tersebut padahal bahasa Inggris masih dominan digunakan oleh masyarakat. Demikian pula, di Wales, Undang-Undang Bahasa Welsh disahkan pada tahun 1993 untuk memberikan status resmi bahasa Welsh di Wales.
Di benua Afrika, beberapa gerakan yang bertujuan untuk mempromosikan penggunaan bahasa ibu telah lama digulirkan. Di negara Afrika Selatan, misalnya, telah ada gerakan untuk mempromosikan penggunaan bahasa asli seperti Zulu, Xhosa, dan Sotho. Di Kenya, pemerintah setempat telah meluncurkan inisiatif untuk mempromosikan penggunaan bahasa lokal dalam pendidikan, serta mengakui pentingnya bahasa ibu dalam mempromosikan identitas budaya dan kohesi sosial.
Gerakan untuk mempromosikan dan melestarikan bahasa ibu dimasa kini menjadi suatu hal yang penting karena beberapa alasan. Pertama, Gerakan ini membantu melestarikan keragaman budaya masyarakat minoritas dengan memastikan bahwa bahasa minoritas dan budaya yang mereka wakili tidak hilang dari sejarah. Banyak bahasa minoritas terancam punah karena faktor-faktor seperti globalisasi, urbanisasi, serta kebijakan pemerintah yang mempromosikan bahasa mayoritas dengan mengorbankan bahasa minoritas. Tindakan tidak adil ini seringkali berujung pada punahnya bahasa-bahasa minoritas. Fenomena ini tentu saja sangat disayangkan karena pada dasarnya, hilangnya bahasa minoritas juga berarti hilangnya identitas budaya, pandangan dunia, dan sistem pengetahuan yang unik yang melekat pada bahasa tersebut. Dengan melestarikan dan mempromosikan sebuah bahasa ibu, kita dapat membantu melestarikan budaya manusia yang kaya dan berkontribusi pada warisan budaya global.
Kedua, mempromosikan bahasa ibu merupakan bagian dari tindakan mempertahankan hak bahasa. Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga merupakan hak asasi manusia yang mendasar. Setiap orang memiliki hak untuk menggunakan bahasa mereka sendiri untuk mengakses dunia pendidikan, informasi, dan sumber daya lainnya yang disajikan dalam bahasa mereka sendiri. Hak bahasa sangat penting bagi komunitas minoritas, karena hak ini seringkali terpinggirkan dan terdiskriminasikan baik itu secara tidak sengaja maupun secara terencana. Mempromosikan bahasa ibu dapat membantu memastikan bahwa keragaman linguistik dihormati dan bahwa setiap orang memiliki akses terhadap hak berbahasa mereka.
Ketiga, mempromosikan bahasa ibu dapat berkontribusi pada terjadinya inklusifitas sosial. Bahasa adalah alat yang ampuh untuk membangun kohesi sosial dan memperkuat komunitas. Ketika setiap lapisan masyarakat dapat menggunakan bahasa ibu mereka sendiri, mereka akan lebih cenderung merasakan sense of belonging pada komunitas yang berimbas pada terkoneksinya mereka secara rekat dengan komunitas mereka tersebut. Ketika seluruh komunitas mendapatkan hak dasar mereka secara adil, kondisi ini dapat menciptakan keharmonisan sosial dan pemahaman yang lebih besar antara komunitas yang berbeda. Sebaliknya, ketika hak berbahasa yang dimiliki individu dan komunitas di tindas, anggota komunitas yang tertindas akan mudah mengalami rasa kehilangan jati diri, ketidak percayan pada sistem hukum yang pada akhirnya akan berimbah pada disintegrasi masyarakat secara luas.
Perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional dalam Konteks Indonesia
Bagi Indonesia, negara yang memiliki lebih dari 700 bahasa ibu yang digunakan di seluruh kepulauannya yang luas, merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional sangatlah penting. Momentum Hari Bahasa Ibu Internasional memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya bahasa ibu di Indonesia serta untuk mengadvokasi pelestariannya. Hari Bahasa Ibu Internasional juga merupakan sebuah cara untuk mengenali dan menghormati keragaman bahasa dan budaya masyarakat Indonesia serta mempromosikan hak penggunaan bahasa lokal dalam lingkungan negara Indonesia.
Selain itu, perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional dapat digunakan untuk mempromosikan bahasa lokal dan membantu meningkatkan kualitas pengetahuan dan praktik-praktik tradisional masyarakat lokal yang dapat berkontribusi pada pengembangan industri berkelanjutan, seperti kerajinan tradisional dan pertanian. Ini sangat mungkin dapat terjadi karena bahasa lokal dapat memfasilitasi komunikasi dan transaksi ekonomi seperti perbankan yang terjadi di daerah pedesaan di mana akses masyarakat masih sangat terbatas yang menyebabkan pengetahuan mereka pada berbagai transaksi tersebut menjadi terbatas pula. Dengan media bahasa lokal, hal-hal transaksional yang bersifat teknis ini dapat dengan mudah difasilitasi sehingga mereka tidak mengalami kesulitan untuk berpartisipasi dalam pembangunan di bidang tersebut. Ketika masyarakat dapat berkomunikasi secara efektif dalam bahasa ibu mereka, mereka dapat berpartisipasi lebih besar dalam komunitas dan jejaring sosial mereka, yang mana hal ini dapat memberikan kontribusi positif pada kesejahteraan mereka secara keseluruhan.
Memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional juga dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya keragaman bahasa dan budaya masyarakat Indonesia serta menumbuhkan pemahaman dan toleransi yang lebih besar di antara berbagai kelompok etnis dan bahasa di Indonesia. Mempromosikan keragaman bahasa dan budaya dapat membantu memperkuat persatuan nasional dan kohesi sosial dengan menumbuhkan pemahaman dan apresiasi yang lebih besar dari berbagai kelompok etnis dan bahasa di Indonesia.
Bahasa lokal adalah bagian penting dari warisan budaya Indonesia dan melestarikannya dapat membantu memastikan bahwa budaya ini tidak hilang seiring waktu. Mengakui dan melindungi hak-hak penutur bahasa minoritas juga dapat membantu mempromosikan partisipasi dan representasi politik yang lebih besar bagi kelompok-kelompok ini di Indonesia.
Meskipun urgensi Hari Bahasa Ibu Internasional telah diakui secara luas, namun sayangnya, promosi bahasa ibu masih mendapatkan tantangan yang signifikan untuk ditangani di Indonesia. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi berbagai bahasa ibu di Indonesia adalah kurangnya sumber daya dan infrastruktur untuk pendidikan bahasa ibu. Sebagian besar sekolah hanya mengajar bahasa Indonesia, dan kesempatan bagi siswa untuk belajar bahasa ibu mereka diberikan secara terbatas. Kurangnya materi dan guru yang berkualitas juga berkontribusi pada pengabaian pendidikan bahasa ibu. Akibatnya, banyak penutur bahasa minoritas menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan dan layanan dalam bahasa ibu mereka, yang dapat membatasi peluang mereka untuk partisipasi dalam domain sosial dan ekonomi.
Tantangan lainnya adalah sikap masyarakat Indonesia terhadap bahasa ibu. Di beberapa daerah, stigma negatif yang melekat ketika membicarakan bahasa ibu, mudah dijumpai. Pandangan negatif ini menganggap bahwa bahasa ibu merupakan sebuah beban dan tanda inferioritas karena tidak memberikan kontribusi terhadap pertambahan materi dan tingkat kekayaan. Sikap ini sangat lazim di daerah perkotaan yang cenderung materialistik yang mana masyarakatnya kebanyakan memandang bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa yang superior karena dapat membantu meningkatkan penghasilan dan status sosial.
Terlepas dari hadirnya tantangan-tantangan tersebut di atas, upaya-upaya untuk melestarikan dan mempromosikan bahasa ibu di Indonesia telah banyak dilakukan. Pada tahun 2013, pemerintah Indonesia mengesahkan undang-undang yang mengakui dan melindungi bahasa daerah. Undang-undang tersebut mewajibkan pemerintah untuk mempromosikan dan mengembangkan bahasa ibu di bidang pendidikan dan bidang lainnya. Beberapa LSM dan komunitas juga bekerja untuk mempromosikan dan melestarikan bahasa ibu yang ada di sekitar mereka.
Entitas-entitas independent di Indonesia, secara sistematis menjadi inisiator gerakan pelestarian bahasa ibu dan telah menginisiasi banyak program yang positif. Meskipun tidak sepenuhnya dilakukan pada bulan Februari, program-program positif tersebut sangat relevan dengan semangat perayaan Hari Bahasa Ibu Internasional.
Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) adalah contoh terkenal sebagai program nasional yang bertujuan untuk melestarikan bahasa daerah di seluruh Indonesia. Program ini merupakan bagian dari implementasi Kebijakan Merdeka Belajar yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Penelitian, dan Teknologi (Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Bentuk kegiatan FTBI sangat bervariasi namun secara tradisi, program kompetisi membaca puisi, bercerita, dan pidato menggunakan bahasa daerah masing-masing selalu diagendakan.
Di berbagai tingkatan baik itu lokal, regional dan nasional, Hari Bahasa Ibu Internasional dirayakan oleh berbagai komunitas dan organisasi yang memperjuangkan pelestarian dan promosi bahasa ibu. Sekolah dan LSM dalam banyak kesempatan terlihat bersemangat mengadakan acara untuk merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional dan meningkatkan kesadaran di antara siswa tentang peran penting bahasa ibu bagi Indonesia.
Melihat antusiasme yang tinggi dari masyarakat Indonesia untuk mempertahankan bahasa ibu mereka, UNESCO menyetujui Indonesia untuk menjadi tuan rumah peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional 2023 bersama Sekretariat Kantor Pusat UNESCO Paris (Napitupulu, 2022). Indonesia dianggap memiliki komitmen dan program yang baik untuk merevitalisasi bahasa daerah. Ini tentu saja merupakan sebuah pencapaian besar bagi bangsa Indonesia.
Dijadikannya Indonesia sebagai tuan rumah perayaan Hari Ibu Internasional tahun 2023 merupakan momentum yang tepat untuk mengingatkan kembali tentang esensi dari konservasi dan promosi bahasa ibu. Pada dasarnya, sekuat apapun usaha pelestarian bahasa ibu dilakukan, tanpa dukungan seluruh lapisan masyarakat, usaha-usaha tersebut tidak akan dapat membuahkan hasil. Kesempatan langka ini juga perlu dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk merayakan keberagaman linguistik yang dimiliki Indonesia melalui peningkatan komitmen untuk melestarikan dan mempromosikan bahasa ibu sebagai sebuah aset yang berharga untuk bonus generasi mendatang.
Salah satu kunci agar kita dapat sukses mempromosikan bahasa ibu adalah dengan menggunakannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahasa ibu bukan hanya alat untuk komunikasi belaka. Ia merupakan perwujudan dari hidup, budaya, sejarah, dan identitas kita. Dengan menggunakan bahasa ibu di rumah, tempat kerja, dan komunitas, kita dapat membuat bahasa ibu tetap hidup dan berkembang.
Cara penting lainnya untuk mendukung kampanye konservasi dan promosi bahasa ibu adalah melalui jalur pendidikan. Bahasa ibu adalah aspek mendasar dari identitas dan budaya kita, dan dengan mengajari anak-anak kita, para generasi muda, untuk menghargai dan menghormati bahasa ibu mereka, kita dapat membantu memastikan kelangsungan hidup banyak bahasa ibu di Indonesia. Mengingat strategisnya hal ini, maka kegiatan akomodatif pengajaran bahasa ibu ke sekolah-sekolah dan kampus-kampus, serta penggalangan dukungan terhadap upaya revitalisasi bahasa di komunitas komunitas tersebut merupakan satu hal yang perlu di gagas.
Simpulan dari tulisan ini memandang bahwa keberlangsungan bahasa ibu di Indonesia tidak hanya tergantung pada seluruh individu Indonesia untuk mendukung konservasi dan promosi bahasa ibu. Dukungan dari pemerintah daerah dan nasional di Indonesia, serta komimen para pembuat kebijakan yang memiliki peran penting untuk dimainkan juga mutlak diperlukan. Dengan adanya sinergi ini, kebijakan Badan Bahasa untuk mengarahkan berbagai sumber sumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mensukseskan gerakan kampanye revitalisasi bahasa ibu akan berjalan dengan sukses.