Bahasa “Ngapak” Budaya Banyumas

Disadap dari: http://www.mediaindonesia.com/webtorial/tanahair/?ar_id=NDEwMg==.  Rabu, 29 April 2009 15:10 WIB

Berbahasa dan wayang kulit merupakan salah satu bentuk lokal genius dari masing-masing daerah. Untuk wilayah Banyumas, Purwokerto dan sekitarnya tentu bahasa yang digunakan lebih kasar dibanding Solo ataupun Yogyakarta. Ngapak-ngapak sebutan bahasa bagi masyarakat Banyumas tersebut.

Dalam berbagai kesempatan budayawan Banyumas yang aktif dalam Forum Persaudaraan Antarumat Beriman (FPAUB) Banyumas, Tohari terus ‘berkampanye’ menyelamatkan dialek Banyumasan. “Saat ini bahasa Jawa dialek Banyumasan hanya digunakan oleh orang-orang pinggiran Banyumas.

Di Purwokerto, semua telah beralih memakai bahasa Indonesia. Bahkan, tidak jarang orang Banyumas bangga kalau bisa berdialek bahasa Jawa gaya Solo atau Yogya. Padahal, bahasa Jawa Banyumasan itu lebih egaliter dan cablaka (apa adanya). Tetapi umumnya mereka malu karena dianggap sebagai bahasa kasar dan ngapak-ngapak.

“Lihatlah generasi sekarang, apa berani berbahasa dengan dialek Banyumasan kalau bertemu dengan kawannya dari Solo, misalnya,” katanya 2005 lalu.

Menurut penulis Senyum Karyamin, Nyanyian Malam, dan Orang-Orang Proyek ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas segera membuat langkah nyata untuk menyelamatkan bahasa Jawa Banyumasan. “Kalau tidak ada langkah konkret penyelamatannya, hanya dalam hitungan tahun saja akan punah terlindas zaman,” ujar Tohari.

Tohari selaku budayawan Banyumas yang dilahirkan di Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, 13 Juni 1948, sempat prihatin jika bahasa Jawa Banyumasan hilang dari bumi Banyumas. “Kalau hilang, apa lagi yang dapat dibanggakan. (LD/P-5/rmb)