Oleh: Iqbal Nurul Azhar
Aksen dan dialek adalah dua dari banyak fenomena variasi kebahasaan yang telah banyak dieksplorasi dalam dunia linguistik. Adapun variasi bahasa lainnya yang telah lebih dulu memikat para ahli bahasa adalah slang dan jargon. Adanya kajian-kajian tersebut telah mengukuhkan variasi bahasa sebagai satu domain dalam linguistik yang tidak pernah kekurangan bahan untuk dikaji karena hingga sekarang, kajian seputar variasi bahasa masih terus bermunculan.
Sayangnya, diantara banyak kajian tentang variasi bahasa, ada satu topik yang hingga saat ini saya lihat masih terabaikan. Topik ini adalah variasi bahasa yang berselubung misteri yang dikenal sebagai ken (bahasa Inggrisnya adalah cant). Hingga saat ini, ken adalah satu topik yang paling menantang dalam domain variasi bahasa. Para pakar hingga saat ini masih hangat berargumentasi tentang esensinya. Ada beberapa pakar yang memasukkan ken sebagai bagian dari kriptolek (variasi bahasa terenkripsi), ada yang menyamakannya dengan argot (variasi bahasa yang digunakan oeh orang-orang pelanggar hukum), dan ada pula yang menyebutnya sebagai bentuk ekstrim dari anti bahasa (anti language). Saya sendiri menganggap bahwa ken merupakan argot yang sangat spesifik. Dengan kata lain, argot adalah terminologi umum yang secara esensi merupakan bahasa rahasia para pelanggar hukum. Ken di lain pihak merupakan bahasa rahasia yang digunakan oleh satu kelompok (spesifik) dari pelanggar hukum seperti kelompok pencuri atau pengemis. Keduanya (ken dan argot) merupakan sejenis kriptolek karena kedua variasi bahasa tersebut menggunakan sistem enkripsi, atau “kriptosasi” atau penyandian sebagai pondasi dari pembentukannya. Adapun kriptolek sendiri secara umum berada dalam domain antibahasa
Apapun yang dikatakan oleh para ahli, ken pada hakikatnya adalah bahasa yang diciptakan oleh komunitas. Karena kedekatannya dengan komunitas ini, ia seringkali diletakkan dalam payung kajian sosiolinguitik. Ken pada dasanya bukanlah bahasa yang popular. Bahasa ini seakan-akan sengaja “ingin diperlakukan” sebagai jenis bahasa terpinggirkan, karena memang tujuan dari dibuatnya ken adalah agar penggunanya luput dari perhatian orang, tidak dikenali serta tidak dapat dijangkau masyarakat. Ia digunakan sebagai sarana untuk membedakan anggota kelompok antimasyarakat dengan orang-orang kebanyakan. Di beberapa kelompok subkultur yang besar, ken banyak digunakan sebagai sarana menjaga kerahasiaan dan melindungi dinamika kelompok tersebut untuk bertahan hidup.
Dalam satu kelompok masyarakat, adalah normal jika di dalamnya terdapat komunitas-komunitas kecil yang tertutup yang memilih untuk membatasi pergaulannya dengan anggota masyakat lainnya yang mainstram. Ini disebabkan karena dalam masyarakat, tidak mungkin seluruh anggotanya memiliki selera/interest/ketertarikan pada satu hal yang berlaku secara universal. Ada kalanya, beberapa anggota komunitas bisa jadi tertarik pada hal-hal yang kurang begitu diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat lainnya seperti tertarik pada dunia kriminalitas, tabuitas, seksualitas, dan lainnya. Inilah yang melatar belakangi mengapa anggota masyarakat ini kemudian membuat komunitas tertutup yang dikenal sebagai antisociety (antimasyarakat) yang posisinya tersembunyi dalam domain kebudayaan (subkultur).
Komunitas antisociety ini jumlahnya banyak. Dan bisa jadi pula, tiap-tiap komunitas memiliki cara hidup bahkan ideologi yang saling berseberangan. Akibatnya, mereka kemudian secara instingtif tergerak membuat penanda berbeda dalam komunikasi kebahasaan mereka sebagai sarana pengaman diri, dan lahirlah berbagai macam ken yang variatif dan kreatif.
Beberapa ken yang terkenal, ditemukan penggunaannya dalam komunitas para pelanggar hukum. Tapi tahukah kalian jika cakupan ken ini sangat besar sehingga bahasa enkripsi sederhanapun seperti Pig Latin, yaitu bahasa yang digunakan oleh anak-anak di mana mereka mengambil huruf pertama dari setiap kata, meletakkannya di akhir dan menambahkan “ay” juga dapat dikategorikan sebagai ken. Lihat contoh sistem enkripsi Pig Latin berikut sehingga ia oleh banyak ahli dikategorikan sebagai bagian dari ken.
pig => igpay
latin => atinlay
another => otheranay
under => erunday
are => areyay or areay
egg => eggyay or eggay
stupid => upidstay
glove => oveglay
Selain Pig Latin, berikut ini disajikan beberapa jenis ken lainnya beserta cara kerjanya yang cukup terkenal di dunia. Ken-ken tersebut ditunjukkan pada kalian agar kalian mendapatkan pemahaman betapa menariknya variasi bahasa itu untuk dikenal dan diteliti.
Ken Para Pencuri
Di Amerika, terdapat ken yang terkenal yang disebut sebagai Rogues’ Cant. Di parancis ada juga ken yang dikenal sebagai Peddler’s French. Keduanya merupakan ken yang digunakan dan dikembangkan para pencuri sebagai strategi komunikasi agar isi dari komunikasi mereka tidak dipahami oleh petugas penegak hukum dan masyarakat pada umumnya.
Catatan tertulis yang dapat didokumentasikan dari ken jenis ini diketahui pertama kali muncul pada abad ke-16 dan bertepatan di masa Elizabethan. Thomas Hartmanlah yang pertama kali membuat catatan tentang variasi bahasa ini. Ia adalah seorang hakim abad ke-16 yang ketika meninggal, mewariskan salah satu catatan tertulisnya tentang ken para pencuri. Kosakata-kosakata ken yang bersifat rahasia tersebut merupakan hasil investigasinya selama bertahun-tahun yang ia dapat dari beberapa informan yang merupkan pengemis, dengan cara menawarkan uang dan makanan kepada mereka dengan imbalan informasi kriptolek yang digunakan mereka pada waktu itu.
Pada tahun 1811, sebuah daftar leksikon yang merupakan ken para pencuri diterbitkan dalam bentuk sebuah buku yang berjudul “The Dictionary of the Vulgar Tongue: A Dictionary of Buckish Slang, University Wit and Pickpocket Eloquence.” Buku tersebut mampu menunjukkan banyak kosakata terenksripsi yang tidak digunakan oleh masyarakat mainstream pada waktu itu seperti contoh “cloy” (yang dalam bahasa Inggris normal disebut steal “mencuri’). “game” (robbery “merampok”) “jail bird” (prisoner ‘tahanan’) and “pig” (officer of the law ‘penegak hukum) yang mana, dua kosakata ken yang disebut terakhir masih digunakan hingga sekarang.
Adapun contoh-contoh lainnya dari ken beserta bahasa normal yang digunakan dalam masyarakat pada saat itu adalah:
bawd — a sex worker “pekerja seks”
birds of a feather — rogues of the same gang “penyamun dari geng yang sama”
flog — whip “cambuk”
hike — to run away “melarikan diri/angkat kaki”
lift — steal “mencuri”
pound — prison “penjara”
prig — thief “pencuri”
rap — taking a false oath “mengambil sumpah palsu”
rascal — rogue or villain “bajingan atau penjahat”
rat — an informer “seorang informan
sham — a trick “sebuah trik”
squeak — to confess “mengakui perbuatan/kejahatan”
swag — booty “barang rampasan”
Slang Berima Cockney
Gereja St. Mary-le-Bow di ujung timur kota London dulunya adalah pusat kebudayaan Cockney. Daerah sekitar gereja tersebut merupakan saksi mata keberadaan sebuah variasi kebahasaan yang yang dikenal sebagai slang berima Cokney yang hidup pada abad ke-19. Dulunya, masyaraakat di wilayah tersebut menggunakan variasi bahasa jenis ini secara eksklusif dalam nada sengau dan letupan glottal. Di masa kini, sangat sedikit masyarakat modern yang ada di wilayah tersebut yang mampu menggunakan variasi jenis ini. Ini disebabkan karena daerah tersebut telah menjelma menjadi sebuah wilayah yang memiliki wajah sosial berbeda dengan hadirnya berbagai macam ragam manusia dari ras dan latar belakang yang membawa segudang budaya mereka dan menghasilkan lanskap budaya majemuk seperti yang kita lihat sekarang ini. Meskipun demikian, daerah ini tetap mampu menceritakan sebuah kisah nostalgia tentang keberadaan sebuah subkultur di masa lalu yang secara kreatif mengembangkan sebuah variasi bahasa, yaitu sebuah slang berima Cockney yang dibuat untuk mencegah informasi yang diujarkan oleh penuturnya dipahami oleh orang yang tidak diinginkan.
Bahasa gaul ini dimainkan dengan rima pendek dan rima hampa. Misalnya ketika seorang pengguna bermaksud untuk mengutarakan sebuah kalimat “I have fallen on my face” khusus pada kata “face” sang pengguna menggunakan ekspresi lain yang berima dengan kata tersebut yaitu “boat race.” Setelahnya, ia kemudian menghilangkan kata “race” dan menyisakan kata “boat.” Kemudian ia memasukkan kata ‘boat” tersebut ke dalam kalimat sehingga menjadi “I have fallen on my boat.”
Contoh lain dari slang berima Cockney ini ada pada kalimat “He is on the phone.” Pengguna mengganti kata “phone” dengan kata/frasa yang berima sama yaitu “dog and bone.” Ia kemudian menghilangkan kata “bone” sehingga tersisa kata “dog” saja. Kata itu kemudian ia masukkan dalam kalimat sehingga menjadi “He’s on the dog.” Orang yang tidak paham sistem ken ini pasti akan susah memahami maksud dari yang disampaikan pengguna.
Sistem ken ini sebenarnya mirip dengan sistem bahasa Wangsalan dalam bahasa Jawa dan Bhangsalan dalam bahasa Madura, yang untuk mengetahui maksud dari penutur, para pendengar harus tahu kesamaan rima dari kata yang diungkapkan dalam system bahasa ini.
Contoh yang lain dari Ken Jenis ini adalah sebagai berikut:
Ekspresi — Rima Cockney — Kata Asli
“They never do anything, just rabbit!” — rabbit and pork — talk
“My plates are killing me!” — plates of meat — feet
“My trouble phoned me yesterday.” — trouble and strife — wife
“She’s my skin.” — skin and blister — sister
“He’s my treacle.” — treacle tart — sweetheart
“I’ve just bought an expensive whistle!” — whistle and flute — suit
Polari
Subkultur yang terpinggirkan secara seksual dapat mengembangkan kosakata mereka sendiri melalui komunitas yang mereka buat. Komunitas, merupakan sarana yang kuat bagi para anggota untuk dapat bertahan, mengingat secara sosial, anggota kelompok ini merupakan orang-orang yang tertolak dan tidak mendapatkan sepenuhnya pengakuan masyarakat atas pilihan orientasi seksual mereka yang dianggap aneh dan berbeda. Komunitas ini kemudian membuat ken sendiri dan secara perlahan, ken ini menyusup ke budaya populer di abad ke-20. Ken ini dinamakan Polari dan kadang-kadang dinamai Parlari (dari bahasa Italia “berbicara”).
Asal-usul Polari ini penuh dengan lika-liku dan tidak begitu jelas. Ada asumsi yang menyebutkan bahwa usia kehadirannya mungkin lebih tua dari yang diperkirakan banyak orang. Setelah melalui masa-masa bertahan hidup yang sulit, pada tahun 1800-an, ken ini menjadi fenomena budaya yang mencuat ke permukaan. Di abad 20, ia mengemuka penggunaannya pada sekitar tahun 1960-an; dan mengalami penurunan pada sekitar tahun 1970-an.
Polari seringkali dikaitkan dengan saudagar dan angkatan laut, pelancong dan orang-orang sirkus yang seringkali melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain. Beberapa penulis membedakan antara Parlyaree dan Polari, yang mana term terakhir dipercaya digunakan secara eksklusif oleh komunitas gay yang menggunakan sejenis ken untuk melindungi diri dari pemolisian dan sensor masyarakat arus utama. Kosakata ken jenis ini banyak meminjam dan mengadaptasi kosakata dari bahasa Italia, Yiddish, Inggris (termasuk dialek dan bahasa gaul Cockney), sirkus dan bahasa gaul Romani.
Polari secara teknis tidak dapat digambarkan sebagai dialek atau idiom karena sebagian besar kata-kata yang digunakan dalam sebuah kalimat dalam satu bahasa merupakan kata-kata yang disubstitusi dengan kata-kata yang diambil dari sumber bahasa lain. Contoh dari Polari terdapat dalam ungkapan “How bona to vada your dolly old eek!” yang bermakna “Betapa indahnya melihat wajah tuamu yang cantik!.” Dalam ungkapan tersebut, bona berarti “baik” atau “indah” (good or lovely), vada berarti “melihat” (see), dolly berarti “cantik” atau “menyenangkan” (pretty or pleasant), dan eek berarti “wajah” (face).
Perpaduan kata dan istilah yang eksotis ini dapat didengar di Round the Horne, acara komedi radio BBC yang menampilkan karakter Julian dan Sandy yang diperankan oleh aktor Hugh Paddick dan Kenneth Williams. Pendengar perlahan-lahan menjadi akrab dengan istilah-istilah tersebut, yang menyebabkan Polari naik dari pusaran arus bawah tanah melejit menuju pusaran arus utama. Saat Polari menjadi terkenal, ia menjelma menjadi salah satu akar kuat dari budaya gay liberasionis. Ketika homoseksualitas disahkan di Inggris pada tahun 1967, dan dengan itu muncul budaya baru yang terbuka tentang ketegasan dan visibilitas seksual, Polari yang pernah menjadi strategi bertahan hidup bagi para anggota komunitas subkultur, telah kehilangan kerahasiannya dan jatidirinya karena akhirnya variasi bahasa ini menjadi terekspos keluar.
Beberapa puluh tahunpun berlalu, sejak Polari pertama kali terskpos keluar, dikenal luas, dan perlahan-lahan ditinggalkan. Ketika variasi bahasa ini telah berangsur-angsur kehilangan penuturnya dan hendak punah, beberapa kelompok milenial ternyata memiliki minat tersendiri untuk menghidupkan variasi bahasa ini. Klub sosial seperti Madame JoJo di London mendorong para karyawan mereka untuk menggunakan Polari antar mereka dan kepada pelanggan. Cara ini dilakukan seakan berusaha menghilangkan stigma bahwa Polari bukanlah merupakan budaya gay yang eksklusif. Polari merupakan budaya masyarakat universal dan dengan demikian, kaum gay yang eksklusif sebenarnya tidak ada karena kini telah menyatu dengan kaum universal. Variasi bahasa Polari merupakan produk dari kelompok sosial yang kuat, dan penggunaan Polari di klub tersebut menunjukkan hal ini.
Polari juga telah digambarkan sebagai anti-bahasa. Anti-bahasa bukan hanya wadah dari komunikasi yang terkodifikasi serta rahasia (kriptolek). Ia juga merupakan strategi linguistik untuk menandai identitas. Leksikon Polari mencakup kritik terhadap institusi dan perwakilannya (polisi dan hukum), serta kelompok lawan (heteroseksual) dan sistem keagamaan yang terperangkap dalam kondisi status quo. Di jaman sekarang, Polari tampaknya menjadi bagian dari gerakan budaya kontemporer yang bermaksud merebut dan menghidupkan kembali budaya dan ritual yang telah lama hilang. Beberapa kosakata Polari yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:
bona — good “bagus”
dolly — pretty, pleasant “menyenangkan”
dish — gossip, attractive “gosip/menarik”
drag — clothes “pakaian”
eek — face “wajah”
fantabulosa — fantastic + fabulous “luar biasa”
handbag — money “uang”
riah — hair “rambut”
slap — make-up “riasan”
Verlan
Sebagai salah satu negara adidaya di bidang budaya, Prancis juga telah mengembangkan ken sendiri. Salah satu ken yang paling terkenal di negara ini adalah Verlan. Verlan adalah argot yang memiliki sistem unik berupa pembalikan suku kata dari kosakata bahasa Prancis sehingga menghasilkan kosakata-kosakata baru yang berupa kosakata bahasa Prancis rusak. Sistem ini mirip seperti sistem bahasa Walikan yang digunakan oleh para generasi muda kota Malang Jawa Timur yang memanfaatkan fenomena metatesis sebagai pondasi membangun variasi bahasa ini.
Verlan dikaitkan dengan komunitas remaja dan dewasa muda di pinggiran kota Paris, banlieues, tempat para imigran dan kelas pekerja tinggal. Metode enkripsi ken Verlan, tidak dapat dikatakan sebagai metode yang sepenuhnya baru karena jauh sebelum Verlan muncul di Prancis, pada abad ke-12, seorang penulis yang bernama Gottfried von Strassburg yang menulis buku tentang Tristan, adaptasi dari legenda Tristan dan Isolde, telah menuangkan gagasan pembalikan silabel dalam kata ini di dalam karyanya tersebut. Dalam karyanya tersebut, ia membalikkan nama Tristan menjadi Tantris. Dengan demikian, Gottfried von Strassburg mungkin dapat dikatakan sebagai “penggagas” dari Verlan. Beberapa abad kemudian, ide pergantian suku kata ini kembali muncul di Prancis dan makin meluas serta digunakan lebih banyak orang. Fenomena inilah yang kemudian dikenal sebagai Verlan.
Catatan pertama penggunaan Verlan oleh komunitas disematkan pada para kriminal yang dipenjara di Prancis abad ke-19 yang menggunakan Verlan untuk berkomunikasi di antara mereka sendiri agar terhindar dari deteksi petugas dan figur otoritas. Pada 1970-an, Verlan tumbuh dari sistem penjara dan menjadi bahasa pinggiran dan kemudian diadopsi oleh kelompok rap dalam lirik-lirik lagu mereka. Pada 1980-an, Verlan menjadi tren di kalangan remaja dan dewasa muda pinggiran dan mulai digunakan sebagai bahasa komunikasi antar satu dengan yang lain.
Kata “Verlan” itu sendiri adalah hasil dari pembalikan kata l’envers (mundur) menjadi vers-l’en, yang disederhanakan menjadi verlan untuk kemudahan ejaan yang lebih baik. Verlan tidak hanya mengubah kata-kata lama menjadi yang baru, tetapi juga mengubah maknanya. Misalnya, femme (wanita) diubah menjadi meuf (me + fem → mef (em) → meuf). Mungkin ini bukan contoh yang paling jelas dari Verlan, tapi ma meuf di masa kini digunakan untuk menyebut “pacarku” atau “gadisku”, sedangkan ma femme sekarang lebih banyak digunakan untuk menyebut “istriku”. Contoh lain dari verlan adalah sebagai berikut.
beur — arabe “Arab”
chanmé — méchant “mengesankan, luar biasa”
chelou — louche “tidak jujur”
relou — lourd “berat (orang yang menyebalkan)”
ripou — pourri “busuk”
teuf — fête “pesta”
zarbi — bizarre “aneh”
Sumber-sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/Pig_Latin
https://made-blog.com/contoh-wangsalan-rangkap-tunggal-biasa-dll-lengkap/
https://diffsense.com/diff/argot/cant
https://www.babbel.com/en/magazine/cants-and-anti-languages-the-secret-history-of-cryptolects