Pro dan Kontra Revolusi Pembelajaran Bahasa BerbasisKecerdasan Artifisial

Oleh: Iqbal Nurul Azhar

Akhir-akhir ini perhatian para praktisi dan akademisi linguistik di seluruh dunia tertuju pada kemunculan sebuah platform berbasis kecerdasan artifisial bernama ChatGBT. ChatGBT merupakan teknologi yang mampu memberikan respons dengan bahasa yang terlihat sangat “natural” kepada berbagai input yang dimasukkan para penggunanya. Meskipun spektakuler, teknologi ini juga kontroversial karena dianggap seperti pedang berbilah dua. Di satu sisi, keberadaan ChatGBT memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas akuisisi bahasa dan peningkatan wawasan yang berhubungan sifat pemrosesan bahasa manusia. Adapun di sisi yang lain, teknologi ini dianggap dapat memicu ketergantungan yang berlebihan pada teknologi ini di masa datang.

ChatGBT yang merupakan kependekan dari Chatting Generative Pre-trained Transformer adalah sejenis model kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang menggunakan algoritma mesin pembelajaran untuk menghasilkan berbagai respon yang alami terhadap berbagai macam stimulus bahasa. Platform ini dikembangkan oleh OpenAI,  dan telah dibekali pelatihan yang rumit untuk mengolah korpus data teks raksasa yang memungkinkannya untuk menghasilkan respons yang cepat dan akurat. Karena tingkat keakuratannya yang tinggi, respon yang diberikan platform ini seringkali susah untuk dibedakan dari respon yang dihasilkan oleh manusia nyata. Dapat disimpulkan, bahwa salah satu nilai lebih dari keberadaan ChatGBT adalah kemampuannya untuk memberikan pengalaman percakapan kepada penggunanya dengan sebuah mesin yang memiliki sisi ‘manusiawi’. Sayangnya, sama seperti teknologi-teknologi fenomenal pendahulunya, kemunculan ChatGBT telah memicu perdebatan tentang potensi manfaat dan kelemahannya, khususnya dalam pembelajaran bahasa dan linguistik.

Tidak dapat dibantah bahwa ChatGBT menawarkan beberapa keuntungan bagi pembelajar bahasa. Pertama, teknologi ini  dapat memberikan pengalaman belajar yang dipersonalisasi untuk kebutuhan pembelajar bahasa karena kemampuannya dalam beradaptasi dengan preferensi pembelajaran yang spesifik dari para pembelajar. Platform ini dapat memberikan panduan, dan tanggapan yang dapat disesuaikan dengan tingkat kemahiran, minat, dan tujuan pembelajaran dari para pembelajar.

Kedua, teknologi ini dapat menyediakan lingkungan yang kondusif dan bersifat ‘imersif’ yang dapat melibatkan mereka ke dalam sebuah aktifitas bahasa secara penuh sehingga memungkinkan mereka untuk berlatih dan meningkatkan keterampilan bahasa dalam berbagai simulasi percakapan seakan-akan dengan penutur asli. Kemampuan ini di masa depan diproyeksikan akan meningkat karena dapat membantu pembelajar untuk mengembangkan semua keterampilan berbahasa yang mencakup ketrampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dengan cara yang lebih alami dan menarik.

Ketiga, teknologi ChatGBT dapat memberikan umpan balik langsung kepada pembelajar bahasa yang memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kesalahan mereka secara real-time. Dengan demikian, kemampuan teknologi ini dapat membantu pembelajar untuk meningkatkan akurasi, kelancaran, dan kepercayaan diri mereka dalam menggunakan sebuah bahasa yang menjadi target pembelajaran.

Keempat, teknologi kecerdasan buatan ini memungkinkan para pembelajar bahasa untuk berlatih dan meningkatkan keterampilan bahasa mereka dengan tingkat kesulitan, intensitas, dan kecepatan yang bisa mereka atur sendiri. Fleksibilitas ini sangat bermanfaat bagi pembelajar bahasa yang memiliki jadwal yang padat atau bagi mereka yang tinggal di daerah-daerah dengan akses terbatas terhadap sumber-sumber pembelajaran sebuah bahasa.

Kelima, kemampuan ChatGBT untuk menghasilkan respons natural terhadap berbagai macam input teks dari penggunanya secara cepat dan tidak terbatas memiliki potensi untuk menantang dan merevisi beberapa teori linguistik. Kemampuan ChatGBT untuk menghasilkan respons cepat yang sangat kompleks dan akurat terhadap berbagai permintaan penggunanya bertentangan dengan teori peran input dalam pemerolehan bahasa yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa semata-mata bergantung pada input. Keberhasilan ChatGBT dalam menghasilkan respons yang baik secara cepat menunjukkan adanya kemungkinan  proses kognitif lain yang terlibat dalam pemerolehan bahasa. Kemampuan ChatGBT untuk menghasilkan respons yang sangat kompleks dan akurat juga bertentangan dengan pandangan tradisional tentang sifat struktur bahasa. Kemampuan ChatGBT untuk menghasilkan berbagai kombinasi kata dan ekspresi yang baru menunjukkan bahwa struktur bahasa mungkin tidak sepenuhnya berbasis aturan, seperti yang diperkirakan sebelumnya, tetapi melibatkan proses kognitif yang lebih kompleks.

Keberhasilan ChatGBT dalam menghasilkan respons seperti manusia nyata juga memberikan wawasan baru  tentang sifat pemrosesan bahasa manusia. Penggunaan mekanisme pengamatan prilaku pengguna (attention) secara cepat yang dimiliki ChatGBT menunjukkan bahwa pemrosesan bahasa manusia terlihat melibatkan mekanisme pengamatan yang serupa namun pastinya melibatkan pemrosesan dan pengintegrasian informasi yang lebih kompleks karena melibatkan perasaan dan nurani.

Keenam, meskipun kekhawatiran tentang dampak sosial dan budaya dari ChatGBT banyak bermunculan, teknologi ini juga diproyeksikan memiliki dampak sosial dan budaya yang positif. ChatGBT dapat digunakan untuk mempromosikan keragaman linguistik dan budaya yang lebih besar dengan memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk mengakses berbagai model bahasa dan perspektif budaya yang lebih luas. ChatGBT dapat membantu mempromosikan pemahaman dan apresiasi yang lebih besar terhadap beragam budaya. Pembelajaran bahasa adalah alat penting untuk mempromosikan komunikasi dan pemahaman antarbudaya, dan teknologi ChatGBT dapat memainkan peran berharga dalam proses ini.

Ketujuh, ChatGBT juga dapat digunakan untuk mempromosikan pertukaran dan pemahaman budaya yang lebih besar, dengan memungkinkan orang-orang dari latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda untuk berkomunikasi secara lebih efektif. ChatGBT dapat membantu menjembatani kesenjangan budaya dan mempromosikan pemahaman dan empati yang lebih besar.

Kedelapan, teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGBT dan sejenisnya dapat digunakan untuk mempromosikan penggunaan bahasa yang lebih inklusif. Jika ChatGBT dilatih tentang himpunan data yang mempromosikan penggunaan bahasa inklusif, chatGBT dapat menghasilkan respons penggunaan bahasa yang lebih inklusif pula. Ini dapat memiliki implikasi sosial dan budaya yang signifikan, terutama dalam konteks di mana bahasa secara historis digunakan untuk mengecualikan atau meminggirkan kelompok orang tertentu.

Meskipun ChatGBT menawarkan banyak manfaat potensial untuk pembelajaran bahasa, namun teknologi ini memiliki empat kelemahan fatal yang jika tidak diantisipasi, dapat mengganggu jalannya proses pembelajaran dari penggunanya.

Pertama, sebelum diluncurkan ke publik, ChatGBT telah dilatih untuk mengolah korpus teks raksasa yang besar kemungkinan di dalamnya mengandung stereotipe-stereotipe serta ideologi-ideologi terselubung. Korpora teks yang dimiliki dan diolah oleh platform ini berasal dari berbagai media di dunia digital yang mana di dalamnya terdapat media-media online besar yang sangat mempengaruhi pembentukan opini dan narasi publik. Jika ChatGBT dilatih pada himpunan data yang berisi bahasa bias atau stereotip, teknologi ini dapat menghasilkan respons yang mencerminkan bias tersebut. Seperti contoh, jika ChatGBT dilatih pada korpus data teks yang berisi stereotipe gender, dapat dipastikan platform ini akan menghasilkan respons yang memperkuat stereotip tersebut. Ini dapat memiliki implikasi sosial dan budaya yang signifikan, terutama jika teknologi ini digunakan untuk pembelajaran bahasa atau tujuan komunikasi lainnya. ChatGBT sejauh ini tidak dibekali dengan kemampuan untuk memurnikan diri dari hal-hal yang bersifat bias ini dan karenanya, respon yang diberikan oleh teknologi ini bisa bersifat sangat subjektif sesuai dengan apa yang ada dalam korpus yang dimilikinya. Ini tentu saja sangat berbahaya bagi keberlanjutan pembelajaran karena dapat berpotensi untuk melanggengkan stereotip dan bias berbahaya.

Kedua, platform kecerdasan buatan ini kemungkinan besar tidak dibekali pemahaman yang mendalam tentang konteks sosial dan budaya di mana sebuah bahasa target digunakan. Kekurang-pahaman pada konteks ini dapat menyebabkan platform ini memberikan respon yang  tidak pantas, tabu atau tidak sensitif terhadap norma yang dimiliki oleh pengguna asli bahasa tersebut. Kenyataan ini tentu saja bisa menimbulkan masalah besar bagi pembelajar bahasa karena mereka pada akhirnya akan mempraktikkan bahasa target secara tidak tepat karena kekurangpahaman mereka terhadap norma-norma sosial dan budaya dari bahasa yang mereka pelajari.

Ketiga, keberadaan ChatGBT akan menciptakan sebuah kondisi dimana pembelajar bahasa menjadi sangat bergantung pada platform ini. Kondisi ini akan menjadi penyebab utama dari enggannya mereka berinteraksi secara langsung dengan penutur bahasa asli yaitu manusia penggunanya. Dengan demikian, para pembelajar akan kehilangan kesempatan untuk belajar dari lingkungan penggunaan bahasa yang otentik. Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa bukan hanya tentang pemerolehan seperangkat aturan tata bahasa baru atau pengetahuan baru tentang kosakata dari sebuah bahasa, melainkan juga pemerolehan tentang pemahaman terhadap konteks budaya di mana bahasa tersebut digunakan. Bahasa bukan hanya jendela ke dalam pikiran tetapi jendela ke dunia, yang mencerminkan budaya yang telah membentuknya. Jika ChatGBT digunakan sebagai sarana utama pembelajaran bahasa, pembelajar akan kehilangan wawasan budaya yang penting ini. Kondisi ini tentu saja dapat menghambat kemampuan pembelajar untuk mengembangkan kompetensi komunikatif dan budaya yang diperlukan untuk menggunakan bahasa secara efektif dalam konteks dunia nyata.

Keempat, meskipun ChatGBT dapat memberikan respon yang bagus tehadap input yang diberikan oleh pembelajar bahasa, namun besar kemungkinan ChatGBT memiliki kosakata dan tata bahasa yang terbatas yang pada akhirnya respon yang platform ini berikan kepada pembelajar mengarah pada tanggapan yang tidak lengkap atau tidak akurat. Kondisi ini tentu tidak baik bagi pembelajar bahasa khususnya bagi mereka yang perlu mengembangkan berbagai kosakata dan struktur tata bahasa untuk berkomunikasi secara efektif dalam bahasa tersebut.

Mengingat potensi manfaat dan bahaya dari keberadaan ChatGBT, maka penting bagi kita, khususnya praktisi dan akademisi bahasa untuk menanggapi penggunaan kecerdasan buatan ini dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab.  Para praktisi dan akademisi bahasa diharapkan secara kompak membuat petisi yang memuat enam hal.

Pertama, para pengembang teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGBT diwajibkan untuk mengungkapkan secara jelas tentang visi mereka yang berhubungan dengan kapan chatbot yang mereka ciptakan digunakan untuk tujuan komersial atau politik karena pada saat itulah teknologi kecerdasan buatan ini menjadi rentan dimanipulasi. Dengan adanya pengungkapan ini, para pengguna khususnya para pembelajar akan dapat membuat keputusan yang tepat apakah mereka akan menggunakan platform ini atau tidak.

Kedua, para pengembang teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGBT harus dapat mengidentifikasi chatbot mereka secara jelas sebagai entitas non-manusia. Dengan adanya penunjukan identitas ini diharapkan para pengguna dapat membedakan antara orang sungguhan dan chatbot kecerdasan artifisial.

Ketiga, para pengembang teknologi kecerdasan beserta para pembuat kebijakan harus berinvestasi dalam mengembangkan teknologi yang dapat mendeteksi dan mengurangi manipulasi teknologi kecerdasan buatan. Teknologi baru ini harus dapat mengidentifikasi kapan sebuah chatbot menggunakan bahasa yang manipulatif, dan dengan demikian dapat mencegah para pengguna untuk  melanjutkan penggunaan teknologi kecerdasan artifisial tersebut.

Keempat, para pengembang teknologi kecerdasan beserta para pembuat kebijakan harus berinvestasi dalam eksplorasi penggunaan algoritma kecerdasan artifisial yang dapat mendeteksi dan memitigasi bias dalam chatbot.

Kelima, para pengembang kecerdasan buatan diharapkan dapat memberikan akses terbuka (open access) kepada praktisi dan akademisi bahasa untuk menginput pemahaman kontekstual kepada ChatGBT dan platform sejenis sehingga teknologi ini dapat secara akurat memberikannya informasi tentang norma-norma budaya dan sosial dari berbagai bahasa untuk memastikan bahwa ChatGBT dan teknologi sejenis menghasilkan respons yang sesuai dan sensitif terhadap konteks penggunaan bahasa tersebut.

Keenam, para pengembang kecerdasan buatan  diwajibkan untuk memastikan bahwa teknologi kecerdasan buatan yang mereka hasilkan dapat mempromosikan penggunaan bahasa yang inklusif dan sensitif budaya. Ini dapat membantu mengurangi risiko kecerdasan buatan memperkuat stereotip atau bias berbahaya.

Dalam konteks pembelajaran bahasa di lingkungan dunia pendidikan, praktisi dan akademisi bahasa dapat membantu mengatasi bias dan stereotip yang ada dalam pembelajaran bahasa yang melibatkan ChatGBT dengan memberikan pelatihan kepada pembelajar bahasa yang berhubungan dengan literasi digital kritis (critical digital literacy) serta umpan balik yang cukup. Pelatihan ini didalamnya mencakup tentang pengungkapan beragam ideologi, perspektif dan agenda tersembunyi dari berbagai macam wacana. Usaha ini perlu dilakukan untuk membantu memastikan bahwa pembelajar yang menggunakan ChatGBT memiliki perspektif yang objektif dari bahan-bahan yang dia dapatkan dari platform ini.

Praktisi dan akademisi bahasa dapat melengkapi pembelajaran yang melibatkan ChatGBT dengan menambahkan aktivitas-aktivitas penggunaan bahasa yang otentik, seperti percakapan dengan penutur asli atau pengalaman kegiatan pembelajaran yang imersif (immersion). Ini dapat membantu pelajar bahasa mengembangkan kompetensi komunikatif dan budaya yang diperlukan untuk menggunakan bahasa secara efektif dalam konteks dunia nyata.

Praktisi dan akademisi bahasa harus memantau dan mengevaluasi efektivitas ChatGBT dan teknologi sejenis dalam pembelajaran bahasa dan linguistik. Ini dapat membantu mengidentifikasi potensi manfaat dan bahaya, serta area untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut.

Praktisi dan akademisi bahasa harus memastikan bahwa ChatGBT dan teknologi sejenis digunakan sebagai suplemen untuk kegiatan pembelajaran dan bukan sebagai pengganti interaksi manusia-ke-manusia. Meskipun ChatGBT dan teknologi sejenis dapat memberi para pembelajar bahasa kesempatan berharga untuk melatih keterampilan bahasa mereka, namun perlu disadari bahwa kesempatan untuk terlibat dengan penutur asli dan mengembangkan kompetensi budaya mereka dalam aktivitas ini merupakan hal yang paling esensial dalam pembelajaran bahasa.

Simpulan dari tulisan ini adalah ChatGBT dan platform sejenis merupakan teknologi revolusioner yang memiliki potensi untuk mengubah pembelajaran bahasa dan linguistik. Namun, penggunaannya juga menimbulkan beberapa tantangan dan bahaya yang perlu ditangani dengan cara yang bijak dan bertanggung jawab. Dengan mengatasi bias dan stereotip, melengkapi teknologi ini dengan penggunaan bahasa otentik, meningkatkan akurasi pemahaman platform ini terhadap kontekstual social budaya, serta memantau serta mengevaluasi efektivitas daru teknologi ini, praktisi dan akademisi bahasa dapat memanfaatkan potensi manfaat ChatGBT secara lebih besar dan akurat.

Tinggalkan komentar