Bahasa Gaul Tantangan Berat Pengembangan Bahasa Indonesia

Disadap dari: http://www.mediaindonesia.com/read/2009/10/15/100435/90/14/Bahasa-Gaul-Tantangan-Berat-Pengembangan-Bahasa-Indonesia. Kamis, 15 Oktober 2009 19:15 WIB

YOGYAKARTA–MI: Bahasa gaul yang digunakan anak muda termasuk dalam sinetron di televisi merupakan tantangan berat pengembangan bahasa Indonesia, kata pengamat bahasa dan sastra Indonesia Jamal D Rahman.

“Padahal seharusnya siapa saja yang berkomitmen dengan sumpah pemuda harus menjunjung tinggi penggunaan Bahasa Indonesia yang baku sebagai bahasa persatuan,” katanya di Yogyakarta, Kamis (15/10).

Dalam sarasehan ‘Kebahasaan dan Kesastraan Indonesia’ dalam rangkaian Bulan Bahasa dan Sastra 2009 yang diselenggarakan Balai Bahasa Yogyakarta, ia mengatakan lembaga kebahasaan yang ada termasuk di dalamnya media massa harus ikut menjunjung tinggi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
“Para pengelola media massa khususnya remaja harus memiliki sikap tegas memperkenalkan Bahasa Indonesia yang baku kepada remaja dengan segala risiko yang dihadapi. Memang remaja memiliki bahasa di kalangannya sendiri,” katanya, seraya menambahkan, meski tidak disukai oleh remaja, harus dipaksa agar mereka menggunakan bahasa yang baku.

Jamal yang juga pemimpin redaksi majalah sastra Horison mengatakan, meski pengembangan Bahasa Indonesia menghadapi tantangan berat tetapi diyakini pasti ada generasi muda yang peduli dan berkomitmen untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan baku.

“Pelembagaan Bahasa Indonesia selama ini harus menjadi bahasa ilmu dan sastra. Jika masih banyak ditemui bahasa gaul itu berarti generasi muda telah kehilangan kesempatan menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan sastra,” jelasnya.

Menurut dia generasi muda hendaknya mencontoh tokoh Muhammad Yamin. Dia adalah cermin anak muda yang memiliki keyakinan penuh kedudukan bahasa dalam kebudayaan, dan bahasa itu adalah Bahasa Indonesia.

“Perlu diingat bahwa di tahun 1920-an di kawasan nusantara, Bahasa Melayu atau Bahasa Indonesia dijadikan alat komunikasi umum, bukan alat artikulasi kaum terpelajar,” ujarnya.

Pada saat itu alat artikulasi kaum terpelajar dan elite sosial adalah Bahasa Belanda. Bahasa Melayu hanyalah bahasa kaum kebanyakan. “Namun dalam situasi seperti itu Muhammad Yamin dan kaum muda lainnya mengukuhkan Bahasa Melayu /Indonesia sebagai identitas kebangsaan dan menjadi bahasa persatuan.”

Menurutnya, yang tidak kalah penting adalah wawasan visioner Muhammad Yamin sebagai anak muda, terutama pandangannya tentang tanah air Indonesia yang disampaikannya dalam puisi. “Ini jelas memperlihatkan visi seorang anak muda dinamis dan kreatif tentang nasionalisme sebagai fajar baru kebudayaan dan politik.”

Ia mengatakan puisi Muhammad Yamin ‘Indonesia, Tumpah Darahku’ yang ditulisnya dua hari sebelum Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 merupakan gagasan tentang tanah air, bangsa dan Bahasa Indonesia yang sesungguhnya mendahului gagasan yang sama dalam Sumpah Pemuda.

“Semua itu menunjukkan kreativitas seorang anak muda dalam membangun bahasa dan sastra bangsanya,” tegas Jamal. (Ant/OL-04)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: