Diadaptasi dari: http://id.shvoong.com/humanities/1786063-politisasi-bahasa-dalam-kasus-kematian/
Politisasi bahasa merupakan konstruksi realitas media yang didalam pemberitaannya terdapat keberpihakan terhadap kepentingan politik, idelogi, dan nilai-nilai yang bertendensi kekuasaan lainnya. Sedangkan analisis framing merupakan salah satu pendekatan untuk mengungkap politisasi bahasa itu dalam pemberitaan media.
Kasus kematian Munir bukan disebabkan oleh suatu pembunuhan biasa. Kasus kematian Munir bisa kita duga sebagai kasus pembunuhan konspiratif yang bermotifkan kepentingan politis. Hal ini bisa kita lihat dari bagaimana pengungkapan kasus tersebut menuaikan spekulasi, polemik ataupun kontroversi dari berbagai pihak seperti kekuatan sipil, TNI, BIN, dan pemerintah.
Surat kabar, melalui pemberitanya sangat berperan penting dalam mengkonstruksikan spekulasi, polemik, ataupun kontroversi dalam pengungkapan kasus tersebut. Kenyataan itu terdapat dalam beberapa peristiwa yang dikonstruksikannya. Pertama, peristiwa tentang pemberitahuan hasil autopsi jenazah Munir dan pembentukan tim investigasi dari
kepolisian. Dalam peritiwa itu terdapat suatu perdebatan. Perdebatannya itu dilandasi adanya suatu wacana tentang perlu atau tidaknya kekuatan sipil terlibat dalam penyelidikan kematian Munir. Dalam perdebatan itu, Koran Tempo dalam beritanya cenderung menyetujui bahwa kekuatan sipil harus terlibat dalam penyelidikan kematian Munir. Sedangkan Kompas dalam beritanya cenderung menonjolkan makna bahwa penyelidikan kematian Munir hanya tanggungjawab pihak kepolisian.
Kedua, peristiwa teror terhadap istri Munir, suciwati. Peristiwa itu memunculkan isu yang spekulatif antara terlibat atau tidaknya TNI dalam teror dan kematian Munir. Surat kabar Kompas dalam beritanya cenderung menonjolkan pandangan bahwa TNI tidak terlibat teror dan kematian Munir. Sedangkan berita Media Indonesia cenderung mensugetikan bahwa TNI terlibat dalam teror dan kematian Munir.
Ketiga, peristiwa akan diperiksanya mantan sekretaris utama BIN Nuhadi Djajuli oleh Tim Pencari Fakta kasus kematian Munir. Peristiwa itu memunculkan perdebatan mengenai kewenangan TPF dalam memeriksa Nurhadi. Kewenangan TPF Munir untuk memeriksa Nurhadi dimaknai Kompas sebagai kewenangan yang kontroversial. Sedangkan Pikiran Rakyat memaknai bahwa TPF Munir telah menyalahi kewenangan ketika TPF Munir akan bertindak untuk memeriksa Nurhadi.
Keempat, peristiwa diadilinya Pollycarpus sebagai pembunuh Munir. Dalam peristiwa itu, isi dakwaan terhadap Pollycarpus menjadi suatu perdebatan. Satu sisi ada yang menilai bahwa isi dakwaan terhadap Pollycarpus itu masih spekulatif. Tapi di sisi yang lain, dakwaan itu dianggap sudah ideal dan layak diberikan kepada Pollycarpus. Dakwaan terhadap Pollycarpus dimaknai Republika sebagai dakwaan yang ideal. Republika memuat klaim yuridis untuk memperkuat nilai idealnya suatu dakwaan untuk
Pollycarpus. Sedangkan Kompas memaknai dakwaan terhadap Pollycarpus sebagai
dakwaan yang masih spekulatif (belum ideal). Teks berita Kompas cenderung tidak
setuju dengan isi dakwaan yang menyebutkan Pollycarpus dianggap sebagai penegak
NKRI dan Munir dianggap membahayakan NKRI. Anggapan isi dakwaan semacam itu
dianggap spekulatif karena dalam teks berita itu Kompas tidak memuat adanya fakta yang jelas dan mengarah kepada isi dakwaan.
Dalam peristiwa-peritiwa itulah media mamainkan politisasi bahasa dalam pemberitaannya. Politisasi bahasa itu dapat terlihat ketika adanya suatu peristiwa yang sama dikemas masing-masing media melaui bahasa yang berbeda-beda. Politisasi bahasa yang dilancarakan media disini memperlihatkan bagaimana media itu sendiri berpihak terhadap pihak-pihak yang berkenpentingan dalam suatu peristiwa yang menuai polemik ataupun kontroversi tersebut. Tapi hal ini semua dapat terungkap setelah dilakukannya suatu analisis framing terhadap pemberitaan media.