Isolek-isolek di Mesir

Bahasa Arab adalah bahasa yang masuk dalam sub-rumpun bahasa semit dari rumpun Hamito-Semit. Bahasa ini termasuk dalam bahasa klasik yang paling luas penggunaannya di dunia ini dari pada bahasa-bahasa klasik lainnya, seperti bahasa Latin, bahasa Sanskerta, bahasa Ibrani, dan bahasa lainnya. Setiap bahasa digunakan oleh orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Masyarakat bahasa Arab adalah semua orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Arab. Bahasa-bahasa yang ada di Mesir jika ditinjau dari formalitas sebuah bahasa, dalam hal ini bahasa Arab maka terbagi menjadi dua bentuk, yakni: bentuk bahasa Arab klasik (fuschā) dan bentuk bahasa Arab ragam cakapan (‘Āmmiyyah). Keadaan ini sudah umum terjadi di setiap negara yang menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab yang memiliki sejarah panjang berkembang secara cepat seiring kedatangan Islam abad ke-enam masehi dan  mengalami berbagai fase kebahasaan yang membuatnya memiliki sekian banyak variasi dan dialek.

Fuschā dan ‘Āmmiyyah hanyalah dua variasi yang dilihat dari sisi baku dan non baku. Bahasa Arab Fuschā merupakan ragam bahasa baku, sedangkan bahasa Arab ‘Āmmiyyah merupakan ragam bahasa non baku. Hal ini sesuai dengan situasi masyarakat diglossia pada umumnya, di mana digunakan dua ragam bahasa yang memiliki ranah dah fungsi yang berbeda (Sumarsono, 2008: 36-37; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996:199). Ragam ‘Āmmiyyah yang digunakan oleh masyarakat Mesir sekarang ini sebenarnya tidak terlalu jauh dari Arab Fuschā, baik kata-kata ataupun kalimat yang digunakan. Perubahan dari Arab Fuschā ke ‘Āmmiyyah  disebabkan oleh adanya pengaruh bahasa asing seperti Perancis, Inggris, Italia, Turki dan Persi. Hal ini diperkuat oleh kebiasaan bangsa Arab yang ingin mempermudah dalam penuturannya, sehingga terjadilah perubahan dalam kaidah serta susunan kalimat dari bahasa Arab Fuschā (Isa Bik 2001:XIII). Secara khusus, Dialek Kairo memang memiliki kekhasan dari sudut linguistis apabila dibandingkan dengan beberapa dialek Arab Mesir lainnya, yang mana dialek Kairo adalah simbol dari dialek Mesir secara keseluruhan. (Anīs, Ibrāhīm, 2003:195).

Sebagai salah satu bahasa besar dunia, masyarakat bahasa Arab menyebarluas di dua benua, Asia dan Afrika. Selain itu, bahasa Arab juga digunakan sebagai bahasa resmi di sekitar 22 negara yang total populasi pemakainya mencapai kurang lebih 120 juta orang. Anggota masyarakat suatu bahasa—termasuk juga bahasa Arab—biasanya beragam. Apakah itu dari segi status sosial, atau pun latar belakang budaya yang tidak sama.

Anggota masyarakat itu ada yang berpendidikan dan ada yang tidak, ada yang tinggal di kota dan ada yang tinggal di desa, ada yang dewasa dan ada yang anak-anak, ada yang berprofesi sebagai dokter, petani, pegawai kantor, nelayan, dan sebagainya. Oleh karena itu, karena latar belakang dan lingkungannya yang tidak sama, maka bahasa yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam.

Ada beberapa istilah tentang variasi bahasa, yaitu idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Dialek adalah bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat (dialek regional/areal/geografi) atau suatu waktu (dialek temporal/ kronolek). Adapun ragam adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu.

Bahasa Arab dilihat dari ragamnya dapat dibedakan ke dalam dua macam bentuk, yaitu: Pertama, bahasa Arab Fuschā  (ragam standar). Menurut Emil Badi’ Ya’qub, bahasa Arab Fuschā  adalah bahasa yang digunakan dalam al-Qur’an, situasi-situasi resmi, penggubahan puisi, penulisan prosa dan juga ungkapan-ungkapan pemikiran (tulisan-tulisan ilmiah). Secara umum bahasa ini dapat diklasifikasikan dalam dua tingkatan, yaitu Bahasa Arab Klasik (Classical Arabic) yang digunakan dalam bahasa al-Qur’an dan Bahasa Arab Standar Modern (Modern Standard Arabic) yang digunakan dalam bahasa ilmiah. Kedua, bahasa Arab ‘Āmmiyyah (ragam non-standar). Menurut Emil Badi’ Ya’qub, bahasa ‘Āmmiyyah atau yang sering dikenal dengan al-Lahjah adalah bahasa yang digunakan dalam urusan-urusan biasa (tidak resmi), dan yang diterapkan dalam keseharian. Bahasa ini tidak lain adalah bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Pengertian sebagaimana diungkapkan oleh Emil Badi’ tersebut tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya bahasa Arab ‘Āmmiyyah pun telah merambah dan digunakan dalam bahasa-bahasa sastra seperti penggubahan puisi dan penulisan prosa, terlebih setelah terbentuknya negara-negara Arab merdeka.

Bahasa Arab ‘Āmmiyyah  Mesir adalah bahasa lisan (percakapan) yang digunakan di negara Mesir dan beberapa wilayah Arab lainnya, semisal Sudan. Pada awalnya, penduduk Mesir menggunakan bahasa Qibti sebagai bahasa sehari-hari mereka. Setelah bangsa Arab memasuki wilayah Mesir (fathul-‘arab), maka tersebarlah bahasa Arab. Pada perkembangannya, bahasa Qibti mulai ditinggalkan dan tergantikan oleh bahasa Arab. Akan tetapi, bahasa Arab yang digunakan di Mesir tidak bisa terlepas dari dialek bahasa asli yang sudah mapan. Jadi, bahasa Arab ‘Āmmiyyah Mesir merupakan bahasa Arab ‘Āmmiyyah yang mendekati bahasa Arab Fuschā dengan dialek Mesir.

Berdasarkan tempatnya (dialek geografi), secara garis besar bahasa Arab ‘Āmmiyyah Mesir dibedakan ke dalam dua bentuk dialek, yaitu dialek Mesir bagian Bawah/Hilir (Lower Egyptian) dan dialek Mesir bagian Atas/Hulu (Upper Egyptian). Dialek geografi ini dapat juga diklasifikasikan berdasarkan tempat di mana dialek itu digunakan, semisal dialek Kairo, dialek Alexandria, dialek Luxor, dialek Aswan, dan lain sebagainya. Adapun dilihat dari status sosial penggunanya (dialek sosial/sosiolek), bahasa Arab ‘Āmmiyyah Mesir dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu bahasa percakapan kaum terpelajar (the Educated Spoken Arabic), bahasa percakapan masyarakat biasa yang telah mengalami pencerahan (the Enlightened Spoken Arabic), dan bahasa percakapan masyarakat yang buta huruf (the Illiterate Spoken Arabic).

REFERENSI

Sumarsono, 2008: 36-37; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996:199

Isa Bik, Ahmed., 2001. Al-Muhkam fi Ushulil Kalimat al-’Amiyyah. Cairo: Dǎr el-Afaq el-Arabiya.

Anis, Ibrahim., 2003. Fil Lahjat al-Arabiyah. Cairo. Maktabah Anjelo Al-Masriyah.

  3 comments for “Isolek-isolek di Mesir

  1. Maret 11, 2012 pukul 12:32 pm

    saya bisa dapatkan bukunya dimana ya??

    Isa Bik, Ahmed., 2001. Al-Muhkam fi Ushulil Kalimat al-’Amiyyah. Cairo: Dǎr el-Afaq el-Arabiya.
    Anis, Ibrahim., 2003. Fil Lahjat al-Arabiyah. Cairo. Maktabah Anjelo Al-Masriyah.

    • Maret 12, 2012 pukul 10:49 am

      saya sepertinya pernah melihat buku itu di perpus pusat UNY dan di UM…Selamat Hunting buku 🙂

  2. Oktober 15, 2014 pukul 11:24 pm

    lha isoleknya sendiri apa ya mas?, sepertinya di sini belum dijelaskan, minta tolong juga dijelaskan kaitannya dengan dialek, idiolek, dan ragam.., trimakasih

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: