Judul buku: Sosiolinguistik: Teori dan Praktik
Editor: Iqbal Nurul Azhar
Penulis: Iqbal N.A, Puspa, R, Sri Pamungkas, Adi Deswijaya, Ananda S, Berlian R, Favorita K, Harsono, Kenfitria D.W, Poussy Dhinar, R.Rr. Rohmadhona, Salim, A, Septi M, Liana, Sunarya, Sutarman, Tri Widayadi.
Penerbit: Lima-lima Jaya
Nomor ISBN: 978-602-96578-4-5
Buku ini ditulis dan diterbitkan atas kerja keras sekelompok pemuda dan pemudi yang tergabung dalam Ikatan Linguis Muda Indonesia (ILMI). Kata “muda” dilekatkan pada nama ILMI dimaksudkan untuk merujuk pada usia para anggotanya yang masih muda (rata-rata di bawah 30 tahun). Selain itu, kata “muda” juga merujuk pada pengalaman mereka yang juga masih muda dalam hal menulis dan menerbitkan buku yang berhubungan dengan dunia linguistik. Demikian juga pelekatan kata “Indonesia” pada nama kelompok ini, juga memiliki tujuan khusus. Kata ini merupakan cermin dari beragamnya latar budaya anggotanya (ada yang berasal dari suku Jawa, Sunda, Madura dan Batak) serta kecintaan mereka pada negeri ini. Buku ini secara umum dapat dikatakan sebagai sebuah teks deklarasi dari keberadaan ILMI.
Buku ini terbit dilatarbelakangi oleh tiga hal. Pertama adalah adanya keinginan dari anggota ILMI untuk memiliki media yang dapat merekatkan jalinan silaturahmi anggotanya. Album foto dan buku kenangan, dianggap sudah jamak ditemui dan dirasa kurang kemanfaatannya, baik bagi anggotanya maupun bagi masyarakat umum. Untuk menjembatani keinginan ini, buku ini akhirnya ditulis dan diterbitkan. Buku ini menjadi karya yang tidak pernah lusuh oleh waktu karena akan selalu direvisi dan diterbitkan. Setiap tahunnya, selama anggota ILMI masih hidup, mereka akan selalu bersilaturahmi, membicarakan tentang perkembangan buku ini serta dunia linguistik pada umumnya. Secara berkala pula, mereka akan menyempurnakan buku ini sebelum akhirnya menerbitkannya. Dengan demikian, buku ini akan selalu terbit dan hadir dalam masyarakat. Yang kedua adalah adanya perasaan ingin berbagi informasi, pengalaman, maupun ilmu yang dimiliki anggota ILMI kepada masyarakat. Diilhami oleh peribahasa Arab “al’ilmu bilaa ‘amalin kassyajari bilaa tsamarin,” “ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah,” menyebabkan para anggota ILMI merasa kurang berharga disebut dan dikenal sebagai kelompok linguis jika tidak mampu menyumbangkan sesuatu kepada masyarakat. Buku ini adalah sumbangan pertama ILMI pada masyarakat. Mudah-mudahan, sumbangan ini dapat berlanjut, diteruskan oleh sumbangan-sumbangan ilmiah lainnya dari anggota ILMI.
Buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi beberapa teori yang menjadi pondasi dari sosiolinguistik seperti; hubungan bahasa dan kebudayaan, kedwibahasan, alih kode dan campur kode, interferensi dan integrasi dalam bahasa, sikap bahasa serta perencanaan bahasa. Keenam teori tersebut disertakan dalam buku ini dimaksudkan sebagai sebuah jendela yang sengaja dibuka secara lebar kepada pembaca sehingga dengan terbukanya jendela tersebut pembaca akan dapat melihat indahnya pemandangan fenomena-fenomena bahasa, fenomena-fenomena yang didiskusikan pada bagian kedua yaitu bagian praktik. Bagian kedua berisi artikel-artikel yang merupakan implementasi dari teori-teori yang disebutkan sebelumnya. Artikel-artikel tersebut diangkat oleh penulisnya sesuai dengan interest mereka masing-masing.
Artikel pertama dengan judul “Bisnis Prostitusi dan Masalah Gender dalam Latrinal: Kajian Sosiolinguistik Terhadap Grafiti di Terminal Bungurasih” ditulis oleh Iqbal Nurul Azhar yang juga merupakan editor buku ini. Artikel ini mengupas fenomena grafiti di toilet Bungurasih dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik khususnya bisnis dan gender, sebuah pendekatan yang jarang digunakan oleh linguis Indonesia dalam mengkaji grafiti. Temuan-temuan yang dijabarkan dalam artikel ini sangat menarik serta orsinil karena tidak terdapat di negara lain. Dalam studinya, Azhar menemukan bahwa grafiti dalam hal ini latrinal, ternyata dapat juga digunakan untuk tujuan transaksi prostitusi, sesuatu yang hanya ada di Indonesia.
Dengan mengambil lokasi yang sama yaitu kota Surabaya, Puspa Ruriana menyajikan kepada pembaca sebuah fenomena bahasa yang cukup unik yaitu bahasa makian. Makian adalah sesuatu yang tabu untuk diungkapkan dan kadang menimbulkan perasaan sungkan untuk dibicarakan. Tetapi melalui artikelnya yang berjudul “Pergeseran Penggunaan Bahasa Makian: Analisis Kontrastif Terhadap Dialek di Jawa Timur,” Ruriana menanggalkan perasaan sungkannya dan dengan penuh semangat mendeskripsikan secara apik fenomena makian khas Arek-arek Surabaya. Dalam studinya ia menemukan bahwa bahasa makian di kota Surabaya ternyata tidak hanya dimaksudkan untuk mengungkapkan kemarahan, tapi juga untuk menunjukkan keakraban
Artikel ketiga dengan judul “Penggunaan Nama dan Istilah dalam Bahasa Jepang di Komunitas Pecinta Jepang “HANA” Purwokerto: Suatu Fenomena Alih Kode dan Campur Kode” ditulis oleh Poussy Dhinar. Artikel ini merupakan pengalaman Dhinar sensei ketika mengajar bahasa Jepang di Purwekorto. Bagi anda yang berminat sedikit belajar bahasa Jepang dan melihat fenomena bahasa yang terjadi pada bahasa tersebut ketika digunakan di luar negara asalnya yaitu Jepang, anda dapat membaca di bagian ini.
Merosotnya kuantitas maupun kualitas penggunaan bahasa Jawa di kota Solo mengundang R. Adi Deswijaya untuk berbagi rasa keprihatinan terhadap fenomena ini. Melalui artikelnya berjudul “Fenomena Kemerosotan Fungsi Kata Kowe di dalam Tingkat Tutur Masyarakat Jawa,” Deswijaya memaparkan kemerosotan ini. Ia dengan tegas menyatakan bahwa bahasa Jawa yang biasa dituturkan orang-orang jaman dahulu berbeda dengan bahasa Jawa jaman sekarang. Tentu saja jika hal ini dibiarkan, akan dapat mengancam keberadaan bahasa Jawa di masa yang akan datang.
Masih tentang kota Solo, Favorita Kurwidaria ikut berbagi cerita tentang kota Batik ini dengan menulis sebuah artikel yang berjudul “Karakteristik Wacana Rubrik Ah…Tenane dalam Surat Kabar Solopos.” Pandangannya yang telah terlatih dalam dunia linguistik, sangat jeli menemukan bahwa ada sesuatu yang menarik yang berhubungan dengan aspek kebahasaan di surat kabar Solopos. Di media tersebut Kurwidaria menemukan banyak sekali fenomena yang berhubungan dengan sosiolingistik. Sayangnya, karena keterbatasan tempat di buku ini, fenomena yang ia angkat masih hanya sebatas pada masalah Alih Kode dan Campur Kode.
Adanya anggapan bahwa kota Solo memiliki banyak sekali ahli bahasa Jawa dapat dibuktikan melalui buku ini. Anggapan ini dapat dibuktikan dengan banyaknya artikel dalam buku ini yang membahas bahasa Jawa. Setelah Deswijaya memaparkan bahasa Jawa dalam artikelnya, kini giliran Sunarya ikut serta menunjukkan perhatian serta kepakarannya dalam bahasa Jawa melalui artikelnya yang berjudul “Interferensi dan Integrasi Bahasa Sansekerta ke dalam Bahasa Jawa.” Artikel Sunarya meskipun singkat, tapi jika kita telaah dengan seksama memiliki makna yang dalam. Simpulan yang dapat diambil dari artikel ini adalah; bahwa bahasa Jawa adalah memang bahasa yang tinggi dan agung.
Koleksi artikel bahasa Jawa kita makin lengkap dengan adanya artikel berjudul “Ketika Bahasa Jawa Tidak Bersahabat dengan Masyarakat Kota,” yang ditulis oleh Sutarman. Artikel ini sangat tajam dalam mengungkap fenomena menurunnya penggunaan bahasa Jawa di kalangan orang-orang kota. Melalui judul artikelnya yang metaforik, Sutarman seakan berusaha berkata bahwa ketika bahasa Jawa telah mulai ditinggalkan orang kota, maka keberlangsungan bahasa Jawa untuk jangka waktu yang lama menjadi dipertanyakan. Oleh sebab itulah ia mengusulkan beberapa langkah yang dinilai dapat membantu melakukan kegiatan pemertahanan bahasa Jawa. Artikel ini dapat menggugah kita untuk selalu memperhatikan dan melestarikan bahasa lokal yang ada di Indonesia
Variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya dinamika sosial yang terjadi di kalangan kawula muda dijabarkan secara manis oleh Septi Mariasari dalam artikelnya yang berjudul “Kompresi Kata dalam Ragam Bahasa Tulis pada Kolom “Mailbox” Majalah Looks” Edisi 25-28, Bulan September–Desember 2009.” Dalam artikelnya, Mariasari mengulas beberapa jenis kompresi yang ia dapati keberadaannya di majalah Looks, majalah yang diterbitkan khusus untuk memenuhi selera kawula muda. Fenomena-fenomena kebahasaan yang ditemukan pada majalah tersebut merupakan cerminan dari kondisi riil yang sedang terjadi dalam dunia anak muda. Fenomena kompresi yang ditemukan di majalah ini menjadi penanda bahwa dunia anak muda yang dinamis sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai tempat kelahiran dari kosakata-kosakata maupun bahasa-bahasa baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Peristiwa pemanfaatan alih kode maupun campur kode oleh pengarang novel dengan tujuan memperkuat karakter dan kekhasan karya mereka, diangkat oleh Kenfitria Diah Wijayanti melalui karyanya yang berjudul “Alih Kode dan Campur Kode dalam Novel Rara Mendut In Love Karya Dianita Mie.” Dengan mempersempit objek kajiannya yaitu bahasa novel Dianita Mie, Wijayanti menggambarkan bahwa fenomena alih kode dan campur kode adalah fenomena bahasa yang sangat penting untuk dimunculkan keberadaannya dalam karya sastra. Melalui dua fenomena ini tujuan penulis (Dianita Mie) untuk memfaktakan fiksi dan memperindah karya sastranya dapat dilakukan dengan baik. Inilah potret bahasa yang berusaha ditampilkan Wijayanti, yaitu sebuah potret yang menyatakan bahwa kontak budaya dan bahasa seringkali mengakibatkan terjadinya bilingualisme dan multilingualisme yang akan melahirkan alih kode dan campur kode
Artikel kesepuluh dengan judul “Kata-kata Pinjaman (Loan Words) di Surat Kabar Solopos serta Kaitannya dengan Perencanaan Bahasa Indonesia” ditulis oleh Berlian Raharjo. Dalam artikelnya, Raharjo memaparkan terjadinya fenomena kata-kata pinjaman di sebuah surat kabar yang terbit di kota Solo yaitu Solopos. Dalam artikelnya ia menyimpulkan tiga hal. Pertama bahwa fenomena pinjam kata adalah fenomena yang tidak mungkin dapat terelakkan. Kedua ia menggarisbawahi bahwa pengguna bahasa Indonesia khususnya generasi muda diharapkan dapat menerima kata-kata serapan baik dalam bahasa Inggris maupun dari bahasa asing dengan tujuan untuk memperkaya dan memodernkan kosakata dalam bahasa Indonesia. Ketiga ia memberi peringatan bahwa meskipun fenomena pinjam kata adalah fenomena yang tidak mungkin terelakkan, kegiatan pinjam kata haruslah disesuaikan dengan kaidah dan aturan yang ada. Tanpa melakukan hal ini, diyakini akan dapat merusak kemurnian bahasa nasional kita yaitu bahasa Indonesia.
Artikel bergenre Eksposisi Hortatorik yang berjudul “Problematika dan Pentingnya Pemertahanan Bahasa Daerah” menjadi cerminan dari kedewasaan berpikir penulisnya. Lewat artikelnya, Salim Anshori berusaha memberikan gambaran kondisi bahasa daerah yang sedang berada dalam persimpangan jalan. Di satu sisi jalan, bahasa daerah dipandang sebagai kekayaan budaya nasional dan seharusnya dipertahankan keberadaannya, sedang di sisi jalan lainnya bahasa daerah dianggap sebagai batu sandungan yang dapat membebani proses pembangunan, sehingga sudah seharusnya ditinggalkan. Melalui kalimat-kalimatnya yang bijak, ia memaparkan bahwa bahasa daerah seharusnya tidak boleh dianggap sebagai batu sandungan pembangunan dan karenanya pemertahanananya adalah sesuatu yang penting. Untuk menjadikan bahasa daerah bukan lagi sebagai batu sandungan dan bahkan dapat menjadi bagian dari roket penggerak pembangunan, ia menampilkan beberapa kiat yang dinilai dapat mensinergikan keduanya.
Dengan mengambil setting kota Malang, R. RR. Ditya Rohmadhona menjadikan buku ini makin kaya warna dan budaya. Lewat artikelnya yang berjudul “Perbedaan Penggunaan Bahasa Pemuda dan Pemudi dalam Percakapan Sehari-Hari pada Bahasa Jawa Malangan,” Rohmadhona memaparkan hasil studinya tentang korelasi antara bahasa dan gender. Latar belakangnya yang mengambil program Sarjana Strata Tingkat Satu di kota Apel, Malang, menyebabkan Rohmadhona dapat melihat secara jelas bahwa ternyata perbedaan gender sangat berpengaruh dalam proses terciptanya sebuah tuturan anak muda kota Malang. Lewat artikelnya, Rohmadhona berusaha mengatakan pada pembaca bahwa secara kodrati, laki-laki diciptakan oleh Tuhan berbeda dari perempuan, dan secara kodrati pula, bahasa laki-laki dan perempuan juga diciptakan berbeda. Perbedaan ini dapat terjadi karena faktor interest, tingkat kepekaan perasaan serta komunitas yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Di antara artikel-artikel yang ada di buku ini, artikel yang berjudul “Cakepan Santiswara: Kajian Sosiolingustik tentang Alih Kode dan Campur Kode” yang ditulis oleh Tri Widayadi adalah salah satu artikel favorit editor. Tulisannya yang ringkas namun padat, serta keberanian Widayadi mengangkat karya sastra yang berbau perjalanan spiritual untuk dianalisis dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik menjadikan artikel ini sangat kuat aroma “Widayadi”nya. Kekhasan ini lebih jauh lagi ditunjukkan lewat fokus kajiannya yang khas yaitu Alih Kode dan Campur Kode bahasa Jawa dan Arab, sebuah fokus kajian yang hanya ada satu-satunya dalam buku ini.
Kekhasan Widayadi dalam mempresentasikan sesuatu dilanjutkan oleh Ananda Surya N, lewat artikelnya yang berjudul “Pilihan Bahasa dalam Komunitas Rocker Surabaya.” Artikel ini menjadi penghangat buku ini karena fokus kajiannya adalah bahasa anak muda yang tergabung dalam komunitas Rocker yang tentu saja penuh semangat dan ”hangat.” Hasil studi Surya yang berasal dari hasil observasi di komunitas tersebut sangat khas dan orsinil karena tidak banyak linguis atau pemerhati bahasa memiliki akses untuk masuk ke dalam komunitas tersebut. Kemudahan akses masuk benar-benar dioptimalkan oleh Surya untuk mendapatkan data yang nantinya dianalisis untuk dijadikan artikel yang ilmiah dan tentu saja berharga.
Sebagai sosok yang sangat memperhatikan budaya lokal, Harsono mengangkat dagelan sebagai kajian utamanya. Dengan judul “Alih Kode dan Campur Kode dalam Dagelan Jawa Basiyo: Kajian Sosiolinguistik,” Harsono memberikan ulasan yang komprehensif, khas pemerhati bahasa dan budaya. Dalam studinya yang difokuskan untuk menganalisis bahasa dagelan pelawak Basiyo, ia menemukan bahwa permainan kata-kata yang memiliki unsur alih kode dan campur kode yang dilakukan seorang pelawak seperti Basiyo, semata-mata dilakukan dengan faktor kesengajaan penutur untuk membuat tawa pendengarnya. Pencampuran bahasa atau perpindahan kode bahasa yang dilakukan pelawak, meskipun dapat dikatakan sebagai tuturan yang aneh, janggal, dan nonkonvensional, justru menjadi yang diharapkan. Semakin aneh, janggal, dan kurang berterimanya secara konvensional joke ‘lawakan’ pelawak, semakin mampu memberikan aksen humor dalam tiap tuturannya, sehingga mampu membuat pendengar tertawa karena keanehan dan kejanggalan tuturan yang bercampur campur.
Artikel yang mengangkat fenomena sosolinguistik di luar pulau Jawa ditulis oleh Liana dalam artikelnya yang berjudul “Variasi Tuturan Laki-laki dan Perempuan Masyarakat Batak Toba: Sebuah Highlight.” Lewat artikelnya yang ringkas namun padat, Liana berusaha menuturkan kepada kita bahwa variasi bahasa yang disebabkan oleh adanya perbedaan jenis kelamin dapat juga ditemukan di pulau Sumatra yaitu di dalam komunikasi antarpenutur bahasa Batak Toba. Masyarakat penutur bahasa Batak Toba yang masih kental dengan norma dan budaya yang telah diturunkan oleh nenek moyang serta kuatnya pengaruh norma dan budaya mereka secara tidak langsung mempengaruhi bahasa mereka. Budaya masyarakat penutur bahasa Batak Toba yang masih patrilineal serta kaya akan setting diglosia menyebabkan variasi bahasa mudah dijumpai keberadaannya.
Buku ini ditutup oleh sebuah artikel yang cukup panjang serta menarik yang berjudul “Fenomena Latah: Studi Kasus terhadap Perempuan Latah di Jember Jawa Timur.” Artikel ini ditulis dengan gaya penulisan yang khas oleh Sri Pamungkas. Melalui artikel ini, Pamungkas dengan detail menjelaskan tentang fenomena Latah, sebuah fenomena yang diyakini hanya muncul di masyarakat Melayu. Teori, deskripsi, hingga temuan-temuan yang didapatnya dalam studi lapangan begitu mengesankan dan tidak terpikirkan sebelumnya. Kelancaran alur berpikir dan kelengkapan informasi tentang fenomena Latah, mengantarkan artikel ini dapat menjadi artikel yang wajib dibaca oleh sosiolinguis utamanya yang akan dan sedang meneliti fenomena sejenis.
Melalui karya-karya anggota ILMI yang tersusun dalam buku ini, diharapkan dapat membantu memperluas cakrawala pembaca akan fenomena kebahasaan di tanah air. Dengan bertambahnya cakrawala tersebut, diharapkan dunia linguistik Indonesia menjadi berkembang serta bermunculan ahli-ahli linguistik baru untuk meramaikan dunia linguistik Nusantara. Dengan demikian, tujuan dari dibentuknya ILMI dan ditulisnya buku ini menjadi tercapai.
wah pak, di mana saya bisa mendapatkan buku ini? saya juga ingin bergabung jadi anggota ILMI,hehe…
buku tersebut masih beredar di kota Solo…jika anda berminat, silahkan email pemilik blog ini ke alamat: iqbalnurulazhar@yahoo.com, atau kirim sms ke 08179660546
kalo bisa bukunya cepat diedarkan ke seluruh indonesia. kami lagi menunggu!!!!!!!!!!!!!!!
Ada buku khusus membahas alih kode dan campur kode gak?
ada…
pak sekarang z sdg meengajukan judul yang mengkaji tentang sosiolinguistik..z kepingin membeli buku ini kira2 diman bisa z dapatkan pak?
apa buku ini masih ada pak?
Buku ini sepertinya sudah habis terjual. Namun jika anda benar-benar membutuhkannya, saya sarankan anda ke Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, baik yang ada di pusat maupun di program pascasarjana, perpustakaan Universitas Trunojoyo Madura, Perpustakaan Universitas Negeri Malang. Buku itu terakhir kali saya lihat telah menjadi koleksi dari beberapa perpustakaan tersebut.