Membingkas Strukturalisme Ferdinan de Saussure


Oleh : Mohammad Takdir Ilahi | 05-Des-2008, 15:05:15 WIB

Disadap dari: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Membingkas-Strukturalisme-Ferdinan-de-Saussure&dn=20081205140017

KabarIndonesia-Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap. Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu objek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat). Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam pendekatan ilmu-ilmu humaniora dan alam. Akan tetapi, introduksi metode struktural dalam berbagai bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada wilayah filosofis.

Dalam konteks filosofis, strukturalisme berperan penting dalam meramu teori-teori pengetahuan yang berpusat pada wilayah bahasa maupun budaya. Oleh karenanya, epistemologi bahasa maupun budaya sangat inheren dalam merengkuh nilai-nilai kemanusiaan yang tercerabut pada wilayah interdisipliner. Begitu pun, ketika struktur pengetahuan membingkas unsur-unsur filosofis yang memanifestasikan subjek dan objek pengetahuan, sehingga memperkuat landasan filosofis yang dibangun dalam struktur karya maupun bahasa. Untuk itulah, ketika kita mengkaji gerakan pemikiran filsafat, maka yang perlu dikedepankan adalah membaca pemikirannya. Sehingga, memberikan acuan fundamental bagi kita untuk menginterpretasi gerakan pemikiran tersebut pada wilayah struktur karya maupun bahasa. Dalam konteks inilah, saya berupaya memaparkan strukturalisme dalam pandangan tokoh, yaitu Ferdinand de Saussure.

Membaca Strukturalisme Ferdinand de Saussure
Untuk mengenal lebih lanjut tentang strukturalisme, maka ada baiknya kalau kita menyimak pemikiran Ferdinand de Saussure yang dikenal orang sebagai bapak strukturalisme, walaupun bukan orang pertama yang mengungkap strukturalisme. Membaca pemikiran Saussure tentang strukturalisme, seolah-olah kita diajak untuk berdialog sistemik yang dapat mengantarkan kita pada wilayah linguistik dan gramatikal. Mengingat, landasan filosofis yang digagas Saussure lebih menekankan pada aspek kajian bahasa yang merupakan nilai filosofis terpenting dalam memahami arus strukturalisme. Dalam pandangan Steven Best dan Douglas Kellner, strukturalisme merupakan konsep-konsep struktural linguistik dalam sains manusia yang mereka gunakan untuk merekonstruksi dasar yang lebih mapan. Levis-Strauss, misalnya, menerapkan analisis linguistik terhadap kajian sosial mitologi, sistem kekeluargaan dan fenomena antropologis, sedangkan Lacan mengembangkan psikoanalisa struktural dan Althusser mengembangkan Marxisme struktural. Itulah sebabnya, kenapa strukturalis diatur oleh kode dan aturan-aturan yang tak sadar, seperti ketuika bahasa membentuk makna melalui serangkaian oposisi biner yang berbeda-beda, atau ketika mitologi mengatur prilaku makna dan teks menurut sistem atau aturan kode.Selain sebagai bapak strukturalisme, Saussure juga sebagai bapak linguistik yang memiliki sikap concern terhadap landasan filosofis sebuah bahasa. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara mengalisa bahasa untuk memahami sistem tanda atau simbol dengan menggunakan analisis struktural dalam kehidupan masyarakat. Maka, tak heran kalau Saussure mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya menggunakan bahasa yang bersifat otonom. Bahasa, menurut Saussure, adalah sistem tanda yang paling lengkap karena mengungkapkan gagasan struktural yang terungkap dalam sistem tanda dan simbol tersebut. Dengan demikian, bahasa hanyalah penting dalam sistem interdisipliner yang tercakup pada wilayah nilai dan makna sehingga memperkuat landasan filosofis yang kita analisis. Kajin Saussure memang tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis strukturalisme yang digagasnya mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun bahasa. Itulah kenapa, strukturalisme berupaya mengisolasi struktur umum aktivitas manusia dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang linguistik. Seperti yang kita ketahui, bahwa lingiustik struktural melakukan empat perubahan dasar. Pertama, linguistik struktural bergeser dari kajian fenomena linguistik sadar ke kajian infratuktur tak sadarnya. Kedua, linguistik struktural tidak melihat pengertian sebagai entitas independen, dan menempatkan hubungan antar pengertian sebagai landasan analisisnya. Ketiga, linguistik struktural memperkenalkan konsep sistem. Keempat, berusaha menemukan sistem hukum umum.Walaupun melakukan perubahan secara mendasar, strukturalisme yang digagas Saussure banyak mendapatkan kritik pedas dari berbagai filosofis yang kompeten dalam bidang strukturalisme. Salah satunya adalah Derrida yang secara tegas mengkritik landasan filosofis strukturalisme Saussure. Pertama, ia meragukan kemungkinan hukum umum. Kedua, ia mempertanyakan oposisi antara subjek dan objek, yang menjadi dasar diskripsi yang objektif. Menurut Derrida, diskripsi objek tidak dapat dilepaskan dari pola hasrat subjek. Ketiga, ia mempertanyakan struktur oposisi biner. Ia mengajak kita untuk memahami oposisi bukan dalam pengertian lain, tetapi harus didasarkan pada pemahaman yang holistik mengenai persamaan yang seimbang, sehingga tidak terjadi pertentangan gagasan yang hanya akan melahirkan kejumudan dalam ranah filsafat. Namun demikian, kita harus yakin bahwa tujuan seluruh aktivitas strukturalis, dalam bidang pemikiran maupun bahasa adalah untuk membentuk kembali sebuah objek dan melalui proses ini, juga akan diperkenalkan aturan-aturan fungsi dari objek tersebut. Sehingga, strukturalisme secara efektif merupakan kesan objek (simulacrum) yang menghasilkan sesuatu yang bisa dilihat atau bahkan tidak menghasilkan ketidakjelasan dalam objek natural. Dalam konteks inilah, strukturalisme menekankan pada penurunan subjektivitas dan makna yanng berbeda dengan keutamaan sistem simbol, ketidaksadaran, dan hubungan sosial. Dalam model ini, makna bukan merupakan ciptaan dan tujuan subjek otonom transparan yang dibentuk melalui hubungan dalam bahasa, sehingga subjektivitas dilihat dalam konteks konstruksi sosial dan linguistik. Itulah sebabnya, kenapa parole atau kegunaan khusus bahasa oleh subjek-subjek individual ditentukan oleh langue, atau sistem bahasa itu sendiri.Analisis strukturalis baru dalam beberapa hal meruapakan produk perubahan linguistik yang berakar dari teori semiotika Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa dapat dianalisa dalam hal hukum operasi terakhirnya, tanpa mengacu pada sifat dan evolusi historisnya, sehingga Saussure menginterpretasikan tanda linguistik (linguistic sign) sebagai sesuatu yang terbentuk dari dua bagian yang terkait secara integral atau sebuah komponen akuistik-visual, tanda dan komponen konseptual, dan petanda (signified). Maka tak berlebihan, kalau Saussure menekankan dua sifat bahasa yang merupakan nilai terpenting dalam memahami perkembangan teori kontemporer. Pertama, dia melihat tanda linguistik bersifat arbiter, yaitu tidak ada hubungan alamiah antara tanda dan penanda. Kedua, dia menekankan bahwa tanda merupakan sesuatu yang berbeda, yaitu sistem makna telah memperoleh signifikansinya. Karena di dalam bahasa, hanya terdapat perbedaan-perbedaan “tanpa term-term positif”.Berangkat dari analisis strukturalisme di atas, gagasan yang paling mendasar dari Saussure tentang strukturalisme adalah sebagai berikut. Pertama, diakronis dan sinkronis. Yaitu, suatu bidang ilmu yang tidak hanya dapat dilakukan menurut perkembangannya, melainkan juga melalui struktur yang se zaman. Kedua, langue-parole. Langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual. Ketiga, sintagmatik dan paradikmatik (asosiatif). Sintagmatik adalah hubungan antara unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan karena bersifat asosiatif (sistem). Keempat, penanda dan petanda. Saussure menampilkan tiga istilah dalam teori ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier), dan petanda (signified). Menurutnya, setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi yang tak terpisahkan, karena masing-masing saling membutuhkan. Dengan demikian, gagasan strukturalisme Saussure lebih menekankan pada aspek linguistik yang berupa bahasa, sistem tanda, simbol, maupun kode dalam bahasa itu sendiri. Sehingga tak heran, kalau Saussure dikenal sebagai bapak linguistik yang sangat kompeten dalam menganalisis makna dibalik teks bahasa maupun simbol-simbol yang melatarbelakanginya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: